JAKARTA. Emiten farmasi tampaknya masih mengalami masa sulit. Kinerja para emiten penjual obat-obatan ini pun diperkirakan stagnan pada kuartal kedua 2015. Dalam riset yang dirilis Selasa (28/7), analis Mandiri Sekuritas Vanessa Ariati Tanuwijaya memperkirakan bahwa pendapatan emiten farmasi di kuartal kedua hanya tumbuh sekitar 3% sampai 6% dibanding kuartal pertama. Lambatnya pertumbuhan ini disebabkan adanya depresiasi Rupiah, perlambatan volume penjualan, serta tekanan margin kuartalan. Namun Vanessa optimis margin tahunan para emiten farmasi akan membaik seiring perubahan bauran produk dan efisiensi beban perseroan. Malahan ia menilai PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) memiliki keuntungan bauran produk. Lebih lanjut, analis BNI Securities Ankga Adiwirasta memprediksi kinerja emiten farmasi di kuartal kedua masih mirip dengan kuartal sebelumnya. Ia berlandaskan atas perekonomian yang tak banyak bertumbuh dan adanya pelemahan daya beli masyarakat. Apalagi dengan kondisi menguatnya Dollar. Ankga mencermati, porsi bahan baku impor emiten farmasi melebihi 50%. Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI), nilai tukar Rupiah terhadap Dollar telah menyentuh Rp 13.460. “Kami melihat belum ada katalis positif saham sektor farmasi,” kata Ankga, kepada KONTAN, Selasa, (28/7). Menimbang prospek emiten farmasi Emiten farmasi pun masih akan dirundung tantangan di semester kedua ini. Meski pendapatan para emiten farmasi diprediksi bertumbuh, namun kenaikan keuntungannya tampak diragukan. “Kami menetapkan rekomendasi netral untuk sektor farmasi dengan indikasi penurunan prediksi laba,” tandas Vanessa. Menurut Vanessa, pendapatan KLBF hanya akan tumbuh 3,2% dari Rp 17,36 triliun menjadi Rp 17,91 triliun di 2015. Ia merinci, segmen nutrisi dan kesehatan naik 13% hingga 15%. Lalu segmen farmasi tumbuh 5%. Sementara, segmen distribusinya mengalami penurunan akibat tak berlanjutnya kontrak perjanjian pihak ketiga di tahun lalu. Lalu ia memperkirakan penjualan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) akan turun 7% jadi Rp 2,03 triliun sepanjang tahun ini. Pasalnya, penjualan Kuku Bima merosot 29% di kuartal pertama. Meski begitu, Kuku Bima mulai sedikit menunjukkan ketajaman kukunya dengan peluncuran RTD Kuku Bima Ener-G di kuartal kedua. Vanessa memprediksi, pendapatan PT Tempo Scan Pacific Tbk (TSPC) mampu tumbuh 10% ke posisi Rp 8,26 triliun. Walaupun farmasi lesu, kontribusi penjualan segmen konsumer dan kosmetik TSPC diperkirakan meningkat. Namun TSPC menghadapi tekanan belanja iklan dan promosi karena peluncuran beberapa produk seperti Vidoran, susu bubuk dan UHT, serta Marina SPF. Lebih lanjut, Ankga masih yakin terhadap kinerja PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF) tahun ini. Ia memperkirakan, pendapatan KAEF akan naik 13,08% dari Rp 4,51 triliun ke posisi Rp 5,1 triliun. Kemudian laba yang dibukukan meningkat 21,47% Rp 234,62 miliar jadi Rp 285 miliar. Ia menempatkan opsi beli bagi KLBF dan KAEF. Ini karena kapitalisasi pasar yang besar serta kinerja perusahaan yang sehat dan kuat. Ia mekomendasikan KLBF dengan target harga Rp 2.000 dan KAEF di Rp 1.370. Vanessa menyarankan beli SIDO dan TSPC dengan target harga masing-masing Rp 600 dan Rp 3.000. Lebih lanjut, ia melabelkan netral KLBF dengan target harga Rp 1.900. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Emiten farmasi loyo di kuartal kedua
JAKARTA. Emiten farmasi tampaknya masih mengalami masa sulit. Kinerja para emiten penjual obat-obatan ini pun diperkirakan stagnan pada kuartal kedua 2015. Dalam riset yang dirilis Selasa (28/7), analis Mandiri Sekuritas Vanessa Ariati Tanuwijaya memperkirakan bahwa pendapatan emiten farmasi di kuartal kedua hanya tumbuh sekitar 3% sampai 6% dibanding kuartal pertama. Lambatnya pertumbuhan ini disebabkan adanya depresiasi Rupiah, perlambatan volume penjualan, serta tekanan margin kuartalan. Namun Vanessa optimis margin tahunan para emiten farmasi akan membaik seiring perubahan bauran produk dan efisiensi beban perseroan. Malahan ia menilai PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) memiliki keuntungan bauran produk. Lebih lanjut, analis BNI Securities Ankga Adiwirasta memprediksi kinerja emiten farmasi di kuartal kedua masih mirip dengan kuartal sebelumnya. Ia berlandaskan atas perekonomian yang tak banyak bertumbuh dan adanya pelemahan daya beli masyarakat. Apalagi dengan kondisi menguatnya Dollar. Ankga mencermati, porsi bahan baku impor emiten farmasi melebihi 50%. Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI), nilai tukar Rupiah terhadap Dollar telah menyentuh Rp 13.460. “Kami melihat belum ada katalis positif saham sektor farmasi,” kata Ankga, kepada KONTAN, Selasa, (28/7). Menimbang prospek emiten farmasi Emiten farmasi pun masih akan dirundung tantangan di semester kedua ini. Meski pendapatan para emiten farmasi diprediksi bertumbuh, namun kenaikan keuntungannya tampak diragukan. “Kami menetapkan rekomendasi netral untuk sektor farmasi dengan indikasi penurunan prediksi laba,” tandas Vanessa. Menurut Vanessa, pendapatan KLBF hanya akan tumbuh 3,2% dari Rp 17,36 triliun menjadi Rp 17,91 triliun di 2015. Ia merinci, segmen nutrisi dan kesehatan naik 13% hingga 15%. Lalu segmen farmasi tumbuh 5%. Sementara, segmen distribusinya mengalami penurunan akibat tak berlanjutnya kontrak perjanjian pihak ketiga di tahun lalu. Lalu ia memperkirakan penjualan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) akan turun 7% jadi Rp 2,03 triliun sepanjang tahun ini. Pasalnya, penjualan Kuku Bima merosot 29% di kuartal pertama. Meski begitu, Kuku Bima mulai sedikit menunjukkan ketajaman kukunya dengan peluncuran RTD Kuku Bima Ener-G di kuartal kedua. Vanessa memprediksi, pendapatan PT Tempo Scan Pacific Tbk (TSPC) mampu tumbuh 10% ke posisi Rp 8,26 triliun. Walaupun farmasi lesu, kontribusi penjualan segmen konsumer dan kosmetik TSPC diperkirakan meningkat. Namun TSPC menghadapi tekanan belanja iklan dan promosi karena peluncuran beberapa produk seperti Vidoran, susu bubuk dan UHT, serta Marina SPF. Lebih lanjut, Ankga masih yakin terhadap kinerja PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF) tahun ini. Ia memperkirakan, pendapatan KAEF akan naik 13,08% dari Rp 4,51 triliun ke posisi Rp 5,1 triliun. Kemudian laba yang dibukukan meningkat 21,47% Rp 234,62 miliar jadi Rp 285 miliar. Ia menempatkan opsi beli bagi KLBF dan KAEF. Ini karena kapitalisasi pasar yang besar serta kinerja perusahaan yang sehat dan kuat. Ia mekomendasikan KLBF dengan target harga Rp 2.000 dan KAEF di Rp 1.370. Vanessa menyarankan beli SIDO dan TSPC dengan target harga masing-masing Rp 600 dan Rp 3.000. Lebih lanjut, ia melabelkan netral KLBF dengan target harga Rp 1.900. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News