Emiten farmasi terbantu stabilitas nilai tukar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten-emiten farmasi telah menyiapkan berbagai rencana ekspansi untuk tahun 2018 ini. Meski rencana tersebut dipandang analis belum bisa membuat pertumbuhan melonjak drastis, para emiten farmasi masih bisa diuntungkan dari stabilnya nilai tukar di tahun ini.

Emiten farmasi seperti PT Kimia Farma Tbk (KAEF), PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), dan PT Indofarma Tbk (INAF) sudah menyiapkan serangkaian rencana di tahun 2018 ini. Rencana tersebut bervariasi antara ekspansi organik maupun ekspansi anorganik.

INAF, misalnya, sudah mempersiapkan rencana pembangunan pabrik infus di Makassar di tahun 2018 ini senilai Rp 250 miliar. INAF pun telah menyiapkan dana belanja modal alias capital expenditure (capex) Rp 165 miliar yang sebagian akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan pabrik tersebut.


Di sisi lain, KLBF juga sudah menyiapkan rencana untuk tahun ini. "Kami akan tetap ekspansi dalam bentuk produk baru, ekspansi kapasitas produksi, serta distribusi," ujar Presiden Direktur KLBF Vidjongtius kepada Kontan.co.id, Minggu (7/1).

Tak ketinggalan, KAEF pun sudah punya rencana ekspansi sepanjang tahun ini. Bedanya, emiten farmasi pelat merah ini tak hanya fokus mengejar ekspansi organik namun juga ekspansi anorganik.

Selain mengejar ekspansi organik seperti penambahan pabrik dan penambahan gerai apotek, KAEF juga mengincar ekspansi secara anorganik dengan cara mengakuisisi perusahaan kosmetik, peralatan medis, dan juga jaringan ritel apotek di Arab Saudi, Al Dawaa.

Walaupun sudah menyiapkan berbagai rencana ekspansi, Analis NH Korindo Joni Wintarja menilai, di tahun ini emiten farmasi akan cenderung tetap tumbuh secara alami. Pasalnya, saat ini masih belum ada sentimen-sentimen tertentu, baik positif maupun negatif, yang bisa mempengaruhi kinerja emiten farmasi.

Meningkatnya anggaran kesehatan pemerintah dari Rp 104,9 triliun di tahun 2017 menjadi Rp 111 triliun di tahun 2018 ini memang bisa memberikan dorongan terhadap penjualan para emiten farmasi tersebut. Meski begitu, ia melihat dampak ini tak akan sesignifikan dibanding tahun pertama program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diluncurkan.

Namun, ekspektasi pasar terhadap kondisi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) bisa jadi salah satu katalis bagi kinerja para emiten farmasi. "Industri farmasi masih harus mengimpor barang baku yang dibutuhkan untuk produk mereka. Dengan nilai tukar yang stabil, mereka bisa meminimalisasi dampak negatif dari risiko kurs yang bisa memberikan dampak positif terhadap kondisi keuangan mereka," ujar Joni kepada Kontan.co.id, Jumat (5/1).

Joni pun merekomendasikan saham KLBF sebagai pilihan lantaran memiliki punya bisnis farmasi yang kuat sekaligus memiliki diversifikasi bisnis yang banyak. Ia merekomendasikan buy untuk saham ini dengan target harga di level Rp 2.020. Pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu, saham KLBF ditutup di level Rp 1.760 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati