KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja Grup Emtek diproyeksikan akan prospektif tersengat sejumlah sentimen positif di sepanjang tahun 2025. Hari ini (17/12/2025), anak usaha Grup Emtek, PT Super Bank Indonesia Tbk (SUPA) resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pada perdagangan perdana, saham SUPA menyentuh
auto rejection atas (ARA), naik 24,41% ke posisi harga Rp 790 per saham. Dalam aksi korporasi ini, Superbank melepas 1,4 miliar saham, setara 13% dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO.
SUPA mematok harga IPO di level Rp 635 per saham. Dengan menawarkan 1,4 miliar saham, entitas Grup Emtek meraup dana segar sebesar Rp 2,79 triliun. IPO SUPA mengalami kelebihan permintaan alias
oversubscribed hingga 318,69 kali.
Baca Juga: Superbank (SUPA) Resmi Melantai di Bursa, Jadi IPO Terbesar di Sektor Bank Digital Sepanjang hari ini, harga SUPA bertahan di Rp 790 per saham hingga akhir perdagangan. Mengacu prospektus, penggunaan dana IPO Superbank akan diarahkan untuk memperkuat fundamental bisnis.
Pertama, sebanyak 70% digunakan untuk modal kerja penyaluran kredit. Superbank menargetkan pertumbuhan pembiayaan sejalan dengan perluasan ekosistem digital dan penetrasi pasar baru. Kemudian, 30% sisanya digunakan untuk belanja modal. Mulai 2026 hingga lima tahun ke depan, dana tersebut akan digunakan untuk pengembangan produk pendanaan dan pembiayaan, sistem pembayaran digital, infrastruktur teknologi informasi, penguatan sistem operasional, investasi pada AI & Data Analytics, serta peningkatan
cybersecurity. Sang induk, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) melakukan
private placement senilai Rp 38,06 miliar, dengan melepas 34,7 juta saham baru dengan harga Rp 1.097 per saham. Aksi tersebut dilakukan via pelaksanaan hak opsi dalam Management and Employee Stock Option Program (MESOP). Jadwal pelaksanaan MESOP I hari ini berbarengan dengan pencatatan perdana saham SUPA. Kinerja saham emiten Grup Emtek juga terpantau naik ratusan persen sepanjang tahun 2025 ini. Saham EMTK naik 171,34%
year to date (YTD), PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) naik 145,51% YTD, dan PT
Bukalapak.com Tbk (BUKA) naik 31,20% YTD. Sayangnya, saham EMTK, SCMA, dan BUKA justru turun hari ini masing-masing 9,18%, 7,24%, dan 3,53%. Kepala Riset Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI) Muhammad Wafi menjelaskan, kinerja EMTK dan SCMA di tahun 2025 ditopang kombinasi media, digital, dan nilai investasi pasar. Saham SCMA membaik karena belanja iklan pulih dan konten kuat, sementara EMTK terdorong
rerating karena nilai investasi di GOTO dan portofolio digital, serta ekspektasi
unlocking value lewat SUPA. “Kinerja operasional EMTK membaik, tapi kenaikan saham lebih tinggi dari fundamental,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (17/12). Per 30 September, laba bersih EMTK naik 1.353,9% secara tahunan atau Year on Year (YoY) ke Rp 6,43 triliun. Pendapatannya naik 57,8% YoY ke Rp 1,35 triliun.
Baca Juga: Saham Superbank (SUPA) Langsung ARA di Hari Pertama Listing, Ini Kata Analis Laba bersih SCMA mencapai Rp 509,34 miliar, melesat 115,28% YoY dari Rp 236,59 miliar per September 2025. Pendapatannya naik 7,37% YoY ke Rp 5,14 triliun. Sementara, Bukalapak mengantongi peningkatan tajam laba bersih menjadi Rp2,4 triliun pada kuartal III 2025, dari sebelumnya rugi Rp 597,34 miliar pada periode sama tahun lalu. Secara tahunan, pendapatan BUKA juga naik 39,03% YoY dari Rp3,39 triliun per kuartal III 2024. Abida Massi Armand, Analis BRI Danareksa Sekuritas melihat, kinerja Grup Emtek sepanjang Januari-September 2025 menunjukkan lonjakan yang luar biasa. Penggerak utama dari pertumbuhan spektakuler EMTK bukanlah peningkatan laba operasional inti, melainkan pengakuan Laba atas Investasi Neto sebesar Rp 6,25 triliun, yang memvalidasi nilai portofolio aset non-inti yang dikelola oleh grup. “Sementara, aksi korporasi seperti program MESOP menunjukkan kepercayaan internal manajemen terhadap prospek jangka panjang perusahaan,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (17/12/2025). Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), David Kurniawan menilai, laba melesat karena one-off dan core bisnis yang memulih. Untuk EMTK, segmen bisnis iklan dan media tetap jadi mesin, khususnya dari SCTV dan Indosiar, serta monetisasi konten memberikan kontribusi operasional yang kuat. ”Aset non-media dan digital/fintech ikut menopang. Kepemilikan di ekosistem, seperti Bukalapak, Superbank/SUPA via EMV, dan investasi strategis lainnya, menambah jalur pendapatan dan sentimen korporasi,” katanya kepada Kontan, Rabu.
Prospek dan Rekomendasi
David melihat potensi kinerja EMTK di tahun 2026, prospeknya positif jika IPO SUPA sukses dengan nilai pasar dan arus investor institusi yang baik. Emtek sebagai pemegang mayoritas, sekitar 31%, akan menikmati
re-rating, peningkatan nilai aset konsolidasi, dan potensi divestasi/monetisasi di masa depan. Sehingga, ini bisa mendorong laba konsolidasi/valuasi Emtek. “SUPA juga membawa investor asing yang berpotensi meningkatkan likuiditas saham grup,” tuturnya. Sementara, sentimen negatif berasal dari kenaikan harga saham di tahun 2025 yang merupakan hasil transaksi sekali jalan (divestasi dan keuntungan satu kali). “Jika di tahun 2026 tidak ada katalis berulang atau SUPA gagal, mencapai ekspektasi bisnis, maka risiko profit taking besar,” katanya. David pun menyarankan beli untuk EMTK dan SCMA dengan target harga masing-masing Rp 1.700 per saham dan Rp 480 per saham. “Secara valuasi, kenaikan harga saham EMTK terlihat lebih wajar karena laba bersih melonjak tinggi, sehingga investor pun disarankan untuk berhati-hati,” paparnya. Wafi bilang, IPO SUPA bisa menjadi katalis sentimen positif untuk struktur grup hingga tahun 2026, meskipun pertumbuhan selektif. Peluang masuk MSCI di Februari 2026 nanti masih ada, tetapi belum pasti. Sebab, faktor utama untuk masuk MSCI tetap bergantung pada free float, likuiditas, dan konsistensi kapitalisasi pasar. Sentimen positif untuk emiten Grup Emtek adalah monetisasi digital dan iklan. Sementara, sentimen negatifnya berasal dari volatilitas market dan ketergantungan sentimen korporasi. “Valuasi saham Grup Emtek mulai premium, kenaikan harga ke depan jadi lebih terbatas. Kecuali, ada katalis baru di laba, bukan cuma cerita,” katanya. Wafi pun menyarankan investor untuk mencermati saham EMTK dan SCMA dengan target harga masing-masing Rp 1.410 per saham dan Rp 510 per saham. Abida bilang, prospek kinerja Grup Emtek di tahun 2026 masih positif. Ini didorong oleh akselerasi eksekusi rencana investasi tiga tahun di segmen ekonomi digital dan layanan kesehatan, yang didukung oleh basis modal yang kuat, termasuk dana segar pasca IPO SUPA. Sentimen positif yang paling signifikan adalah potensi kuat EMTK untuk dimasukkan ke dalam Indeks MSCI Standard pada
rebalancing Februari 2026, yang akan memicu dukungan teknis melalui arus dana pasif. Namun, sentimen negatif yang perlu diperhatikan adalah risiko eksekusi dalam mengintegrasikan dan mencapai profitabilitas berkelanjutan pada aset-aset digital dan kesehatan yang baru dikembangkan. Valuasi saham Grup Emtek saat inipun tidak dapat dinilai secara akurat menggunakan rasio Price-to-Earnings (PER) tradisional. Sebab, laba bersih yang dilaporkan di kuartal III 2025 dengan PER 10,98x sangat terdistorsi oleh pendapatan non-inti, alih-alih basis aset perusahaan yang kuat diukur dengan rasio
Price-to-Book Value (PBV) sebesar 2,09x, yang masih diperdagangkan di bawah rata-rata PBV sektor sejenis.
Baca Juga: IHSG Diprediksi Bergerak Mixed Kamis (18/12), Cek Rekomendasinya “Ini menunjukkan adanya diskon substansial pada nilai asetnya dan mendukung penggunaan model Sum-of-the-Parts (SOTP) sebagai pendekatan valuasi yang paling sesuai,” tuturnya.
Abida pun merekomendasikan beli untuk EMTK dengan target harga Rp 1.650 per saham. “Ini didukung oleh validasi nilai aset yang kuat, katalis teknis dari potensi inklusi di Indeks MSCI, dan potensi re-rating valuasi aset yang terdiversifikasi,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News