Emiten jasa pertambangan batubara memburu kontrak baru



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten jasa penambangan batubara memburu kontrak baru pada tahun ini, salah satunya PT Delta Dunia Makmur Tbk. Emiten berkode saham DOID ini mengincar beberapa kontrak dari pelanggan baru ataupun eksisting.

DOID kini tengah melakukan negosiasi perpanjangan kontrak dengan Kideco anak usaha PT Indika Energy yang berakhir pada 2019 dan kontrak dari Berau Coal yang rampung kontraknya pada 2020.

Mengenai hal ini, Eddy Porwanto, Direktur Keuangan PT Delta Dunia Makmur menuturkan pihaknya tengah melakukan diskusi terkait perpanjangan kontrak di Site Binungan. “Kontrak Berau Coal di Binungan kami ada tahap diskusi akhir untuk perpanjangan kontrak,” katanya, Rabu (22/5).


Sama halnya dengan Berau Coal, DOID pun tengah melakukan proses perpanjangan kontrak dengan Kideco. Pihaknya optimis mampu menggenggam kembali kontrak jangka panjang atau bersifat kontrak sampai seumur tambang.

Sejauh ini DOID memiliki beberapa pelanggan, seperti Berau Coal dengan jangka waktu 19 tahun, kemudian Adaro sebanyak 15 tahun, Kideco sepanjang 13 tahun, Geo Energy selama 13 tahun, Thadjahan Antang Mineral selama dua tahun, Indonesia Pratama untuk pekerjaan selama setahun, Petro Energy untuk pekerjaan setahun, dan PT Insani Baraperkasa satu tahun.

Selain memperpanjang kontrak dengan pelanggan yang ada, Eddy mengaku ada beberapa kontrak dari pelanggan anyar yang sedang mereka bidik, namun ia enggan menjelaskan dari mana dan berapa nilai kontrak tersebut.

Sembari mengejar kontrak, DOID bakal meningkatkan utilisasi alat berat hingga tembus 65%, hingga kuartal 1 tahun ini tingkat utilisasi sebesar 62%. Tahun ini mereka mengalokasikan belanja modal kurang dari US$ 100 juta, yang mana sampai Maret sudah terserap sebanyak US$ 19 juta.

Dari sisi pedapatan, mereka membidik target pendapatan sebanyak US$ 850 juta hingga US$ 950 juta pada 2019, hingga Maret DOID membukukan pendapatan US$ 214 juta. DOID memasang target volume OB 380-420 juta BCM, sepanjang kuartal pertama tahun 2019, volume overburden removal (OB) emiten berkode saham DOID ini sebesar 97 juta BCM, nilai ini naik 16,87% dari realisasi pada periode yang sama tahun 2018 83,2 juta BCM.

Ia menjelaskan memasuki kuartal dua ini kinerja operasional mereka bakal tembus minimal 30 juta BCM per bulan. Selain DOID, emiten jasa penambangan PT SMR Utama Tbk juga segera menggenggam kontrak baru, mereka akan menandatangani kontrak tambahan dari PT Berau Coal.

Sekretaris SMR Utama, Ricky Kosasih menuturkan untuk tahun ini mereka bakal menggarap site Sambarata milik PT Berau Coal. “Tahun ini kita ada penambahan satu lokasi dengan volume pengupasan 100 juta bank cubic meter (BCM),” ujarnya saat paparan publik SMRU, Senin (20/5).

Nantinya, emiten berkode saham SMRU ini akan menggarap tambahan kontrak itu selama empat hingga lima tahun mendatang. Saat ini mereka masih dalam persiapan dan diproyeksikan baru akan mulai pada semester dua tahun ini. Tahun ini mereka membidik volume OB 30 juta BCM dengan target coal getting sebesar 2 juta ton hingga 3 juta ton batubara, hingga kuartal 1 2019 mereka sudah merealisasikan 6,58 juta BCM.

PT Samindo Resources Tbk juga sedang menanti adanya kontrak baru. Hubungan Investor Samindo Resources, Ahmad Zaki menargetkan kontrak baru ini bisa didapat pada tahun ini. “Progresnya masih sama, baru tahap pendekatan-pendekatan saja,” tuturnya pada Kontan, Sabtu (26/5).

Dalam catatan Kontan, emiten berkode saham MYOH ini sedang mengincar kontrak untuk pengerjaan di lokasi Jambi. Dari lokasi tambang ini memiliki potensi produksi 1 hingga 2 juta ton batubara per tahun. Hal ini seiring dengan perolehan MYOH atas izin usaha di wilayah lain selain di Kalimantan.

Pada 2019, MYOH memasang target volume pengupasan lapisan tanah penutup 58,1 juta BCM dan produksi batubara sebesar 10,8 juta ton pada 2019. Mereka memproyeksi volume OB hingga semester pertama 2019 sebesar 29 juta BCM atau 50% dari total target tahun ini.

Ia menambahkan prospek industri jasa pertambangan mulai merasakan dampak dari adanya penurunan harga batubara. “Sebagian besar operator menahan volume produksinya, sehingga sulit untuk mendapat tambahan volume. Dari sisi tarif juga kecil kemungkinan untuk mendapat kenaikan tarif,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati