KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aksi korporasi pemecahan nilai nominal saham alias stock split masih ramai. Yang terbaru, ada PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (
TPIA) yang berencana menggelar stock split dengan rasio 1:4. Sebelumnya, ada beberapa emiten yang telah mengumumkan dan melaksanakan stock split. Antara lain ada PT MNC Digital Entertainment Tbk (
MSIN) dengan rasio 1:20, PT Mulia Industrindo Tbk (
MLIA) dengan rasio 1:5, serta PT Grand House Mulia Tbk (
HOMI) dan PT Paramita Bangun Sarana Tbk (
PBSA) dengan rasio 1:2. Sebelumnya, ada PT Harum Energy Tbk (
HRUM) yang melakukan stock split dengan rasio 1:5. PT Samudera Indonesia Tbk (
SMDR) juga sempat mengumumkan rencana stock split meski ada penundaan.
Di tengah kondisi saat ini, Equity Analyst Kanaka Hita Solvera William Wibowo memandang strategi emiten untuk melakukan stock split sudah tepat. Dengan aksi korporasi ini, saham menjadi semakin likuid dan harga saham akan terjangkau, khususnya untuk para investor ritel.
Baca Juga: Berencana Stock Spilt, Chandra Asri (TPIA) Gelar RUPS Bulan Depan "Secara historis, sebagian besar saham yang melakukan stock split mampu mendorong likuiditas sahamnya. Walau demikian, tidak selalu akan mendorong kenaikan harga. Para pelaku pasar tetap perlu mengantisipasi adanya peluang koreksi lanjutan," jelas William kepada Kontan.co.id, Senin (18/7). Research Analyst Reliance Sekuritas Lukman Hakim menambahkan, aksi
stock split sejatinya dapat menguntungkan investor maupun emiten, khususnya bagi saham yang secara intuisi atau nominal harga sudah mahal. Seperti pada saham TPIA yang pembelian satu lot sahamnya mencapai Rp 960.000. Level harga yang tinggi menjadi tidak terjangkau oleh investor ritel. Lewat
stock split, saham bisa menjadi lebih liquid dan berpotensi meningkatkan frekuensi transaksi. "Keuntungan yang juga bisa didapatkan oleh investor adalah perubahan fraksi saham dan batas
auto rejection yang dapat dimanfaatkan investor," ungkap Lukman. Namun dia memberikan catatan, pelaku pasar perlu mencermati kembali kinerja emiten dan outlook bisnisnya di tengah inflasi dan pelemahan ekonomi global. Sebab,
stock split sebenarnya hanya pemecahan nilai saham dan saham yang beredar, tidak seperti pada
rights issue yang ada penambahan modal dari investor. Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus melanjutkan, ratio stock split akan menjadi kunci bersama dengan potensi valuasi bisnis emitennya. Setelah stock split, ada ruang kenaikan meski setelah itu potensi koreksi perlu diwaspadai. "Stock split akan menambah volatilitas di pasar, karena harganya cenderung lebih murah dari sebelumnya. Apalagi kalau saham itu punya fundamental bagus dan potensi valuasi ke depan, tentu akan lebih di senangi oleh investor," ujar Nico. Menimbang hal tersebut, di antara emiten yang menggelar
stock split, Nico menjagokan saham TPIA dan HRUM untuk bisa dilirik pelaku pasar.
Baca Juga: Besok, Mulia Industrindo (MLIA) Mau Stock Split 1:5 Senada, Lukman juga merekomendasikan HRUM dengan dorongan dari harga batubara yang masih solid. Terhadap TPIA, Lukman memberikan catatan soal lonjakan harga komoditas dan bahan baku yang dapat menekan margin labanya. "Meski pada top line TPIA masih solid sehingga masih akan menunggu inflasi mereda karena kenaikan harga minyak mentah salah satu pendorong kuat inflasi saat ini," sebut Lukman. Sementara itu, William juga menjagokan saham HRUM. Rekomendasinya,
buy on weakness berdasarkan kondisi harga saat ini dengan mencermati support Rp 1.200 dan resistance pada area Rp 1.460. Kemudian buy MLIA memperhatikan support Rp 500 dan resistance di Rp 640. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi