Emiten mencari dana murah melalui rights issue



JAKARTA. Sejumlah emiten berencana menerbitkan saham baru di Juni. Padahal, pasar saham masih gonjang-ganjing. Dalam sebulan terakhir, IHSG telah turun 3,6%. Sedangkan sejak awal tahun masih naik 0,06% di 5.246,13.

Salah satu emiten yang akan melakukan rights issue adalah PT ADHI Karya Tbk (ADHI). Emiten konstruksi BUMN ini akan menerbitkan sekitar 1,37 miliar saham baru di harga Rp 2.000- Rp 2.700 per saham. Dengan demikian, ADHI membidik dana antara Rp 2,74 triliun-Rp 3,69 triliun.

Berdasarkan prospektus ringkas Rabu (13/5), dana hasil rights issue tersebut akan m proyek transportasi massal berbasis rel kereta alias light rapid transportation (LRT) berserta stasiun dan properti pendukungnya. Aksi ini akan digelar di Juni 2015. Pemegang saham yang tidak mengambil hak dalam aksi ini, bakal terdilusi 43,2%. Pemegang saham ADHI saat ini adalah 51% pemerintah dan 49% publik.


Selain itu ada PT Waskita Karya Tbk (WSKT) yang akan melepas 4,07 miliar saham seri B atau sebanyak-banyaknya 29,1% dari modal ditempatkan dan disetor penuh di Rp 1.300-Rp 1.650. Dus, WSKT bisa meraih dana rights issue Rp 5,3 triliun- Rp 6,72 triliun.

Kemudian PT Surya Toto Indonesia Tbk (TOTO) menerbitkan 41,28 juta saham baru seharga Rp 3.600 per saham, PT Indonesian Paradise Property Tbk (INPP) melepas 8,62 miliar saham baru di Rp 325 dan PT Asuransi Harta Aman Pratama Tbk (AHAP) menerbitkan 340 juta saham baru senilai total Rp 51 miliar.

Pilihan paling menarik

Sejumlah analis menilai, aksi rights issue masih lebih menguntungkan dibanding alternatif pendanaan lain. Emiten dapat memperoleh pendanaan tanpa harus terbebani bunga tinggi. Namun emiten saham wajib waspada, pasalnya penyerapan saham baru untuk emiten swasta masih rendah di tengah kondisi pasar saham belum stabil. Emiten pelat merah yang rights issue jauh lebih aman, karena rata-rata mendapat penyertaan modal negara (PMN).

David N Sutyanto, analis First Asia Capital, menilai, hingga bulan depan investor wait and see berinvestasi di pasar saham. Ada kemungkinan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) menaikkan suku bunga. Tapi dia yakin, rendahnya penyerapan saham baru hanya dihadapi emiten swasta. Sementara prospek rights issue emiten BUMN masih bagus, karena memiliki standby buyer. "ADHI dan WSKT bisa mencapai target batas atas," proyeksi dia.

Itu sebabnya, banyak emiten swasta menahan ekspansi tahun ini dan menurunkan anggaran belanja modal. Maxi Liesyaputra, Kepala Riset Sucorinvest Central Gani, menambahkan, investor juga takut menyerap saham baru karena khawatir harga saham emiten akan turun. Padahal, penurunan harga saham biasanya jangka pendek. Jadi, sebaiknya investor yang ingin ikut aksi ini harus mengenali fundamental bisnis emiten.

Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri, melihat, di semester II pasar saham akan membaik dibanding semester I. Ini diimbangi meningkatnya proyek pemerintah. Kondisi pasar tertekan karena lambatnya penyerapan belanja pemerintah dan perlambatan ekonomi global. "Prospek rights issue cerah di semester II," tegas Hans. Masuknya investasi asing dari China juga bisa mengangkat harga saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa