Emiten otomotif masih berkendara di jalan berbatu



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski tak sebaik tahun-tahun sebelumnya, penjualan otomotif pada tiga bulan pertama tahun ini masih tumbuh. Kondisi suku bunga yang rendah menjadi salah satu pemicunya. Namun, analis memprediksi geliat emiten sektor ini masih stagnan. Apalagi ada kemungkinan Bank Indonesia (BI) mengerek naik suku bunga acuan.

Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan, penjualan mobil nasional pada kuartal I-2018 naik 3,1% menjadi 292.028 unit. Sementara, Asosiasi Sepeda Motor Indonesia (AISI) mencatat, penjualan sepeda motor di periode yang sama meningkat 3,5% ke posisi 1,45 juta unit.

Namun, pertumbuhan ini lebih lambat dibanding kuartal-I 2017 yang naik 6,16% untuk mobil. Jika ditelusuri, kenaikan penjualan juga hanya terjadi pada Januari lalu, sedang di Februari dan Maret lalu turun 0,94% dan 0,65%.


Senior Analyst Paramitra Alfa Sekuritas William Siregar bilang, penjualan kendaraan memang berpotensi melambat. Menurut dia, jika melihat hasil Survei Konsumen Bank Indonesia pada Maret lalu, masyarakat masih menahan konsumsi dan cenderung menambah simpanan. “Rata-rata rasio konsumsi terhadap pendapatan stagnan di level 63,9%. Sementara, rasio cicilan terhadap pendapatan turun dari 14,4% menjadi 13,7%,” papar dia, Jumat (27/4).

Padahal, tren kenaikan harga komoditas sudah terlihat sejak awal tahun. Biasanya harga komoditas yang bagus akan turut meningkatkan penyerapan tenaga kerja, sehingga konsumsi naik, termasuk pembelian kendaraan. Namun, pola ini tampaknya tidak terjadi tahun ini. “Itu sebabnya, kami menurunkan outlook sektor otomotif dari outperform menjadi netral tahun ini,” ujar William.

Senada, analis BNI Sekuritas Thennesia Debora juga menurunkan outlook jadi netral tahun ini. “Penjualan mobil Astra saja turun hingga 12% di kuartal pertama tahun ini. Soalnya, makin banyak perusahaan yang mengeluarkan varian baru, seperti Mitsubishi dengan varian Xpander dan Suzuki dengan segmen low MPV,” ujar Thennesia.

Tapi pasar otomotif berpotensi kembali menggeliat tahun ini, dengan catatan ekonomi benar-benar tumbuh. Pemerintah saat ini masih optimistis bisa mencatatkan pertumbuhan ekonomi 5,3% sampai akhir tahun nanti.

Analis MNC Sekuritas Nurulita Harwaningrum menambahkan, persiapan pemilihan umum juga bisa jadi katalis positif untuk penjualan kendaraan. “Secara historis, rata-rata penjualan motor dan mobil di tahun sebelum pemilu menunjukkan tren naik sebesar 21,79% yoy dan 20,53% yoy masing-masing,” ujar dia.

Alat berat

Meski penjualan kendaraan penumpang masih stagnan, produsen otomotif masih bisa meraup untung dari penjualan kendaraan besar. Penjualan kendaraan penumpang tahun ini cenderung kalah pamor dengan kendaraan besar, seperti truk. Ini didukung oleh kenaikan permintaan terhadap kendaraan logistik seiring naiknya harga komoditas.

Oleh karena itu, tren ini bisa menjadi katalis buat emiten seperti IMAS, yang memiliki beberapa merek mobil truk, antara lain Renault, Hino dan Volvo. Di kuartal I, laba kotor IMAS naik 20,3% ditopang oleh penjualan kendaraan komersil dan alat berat.

Sementara, Thennesia bilang, kontribusi segmen otomotif terhadap pendapatan ASII di kuartal satu turun dari 49% menjadi 46%. Adapun, kontribusi dari alat berat dan pertambangan justru naik dari 28% menjadi 34%.

Meski begitu, Thennesia masih menjatuhkan pilihan pada saham ASII sebagai leader di pasar otomotif. Ia memberikan target harga saham ini Rp 9.850 per saham.

Begitu pun dengan William yang merekomendasikan beli saham ASII dengan target harga Rp 8.100 per saham. Ia juga memberi rekomendasi beli untuk emiten komponen otomotif, seperti GJTL. “Prospek emiten komponen masih akan lebih baik, karena biar bagaimana pun servis kendaraan dilakukan secara berkala, sehingga komponen selalu dibutuhkan,” katanya.

Sementara, Nurulita juga masih menjagokan saham ASII untuk sektor otomotif. Ia merekomendasikan beli saham ASII dengan target harga Rp 9.000 per saham.          

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati