Emiten pasang strategi atasi pelemahan rupiah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kurs rupiah masih terus melemah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Dalam kurun waktu sepekan terakhir, kurs spot rupiah telah melemah 0,65% terhadap dollar AS.

Emiten-emiten yang bisnisnya berpotensi tertekan pelemahan kurs rupiah pun mulai mengatur strategi demi menjaga margin. Ambil contoh PT Kimia Farma Tbk (KAEF). Emiten ini mengurangi risiko kurs dengan membeli bahan baku dalam jumlah besar untuk stok jangka panjang.

Direktur Keuangan KAEF Suharta Wijaya menjelaskan, pasokan bahan baku KAEF selama ini didapat melalui proses tender. Siapa yang menang tender, maka dia yang menjadi pemasok bahan baku selama jangka waktu satu tahun. "Mulai tahun ini, jangka waktunya diperpanjang menjadi dua tahun," ujar Suharta kepada KONTAN, Jumat (2/3).


KAEF menggunakan kurs rupiah di pasar spot saat membeli bahan baku. Tapi, karena pembeliannya dalam jumlah yang besar untuk stok dua tahun sekaligus, maka posisi KAEF untuk melakukan tawar-menawar harga menjadi lebih kuat.

Dengan skema pembelian skala besar seperti itu, KAEF bisa menekan harga bahan baku antara 5% hingga 10%. Emiten ini menilai hal tersebut cukup untuk mengompensasi pelemahan kurs yang terjadi.

Suharta meyakini, pelemahan kurs yang terjadi saat ini tak berpengaruh banyak terhadap laba perusahaan. "Rupiah melemah hingga Rp 14.000, kami masih bisa laba," imbuh dia.

Lindung nilai

Lain halnya dengan PT Kalbe Farma Tbk (KLBF). Perusahaan farmasi ini lebih memilih menyediakan kas dalam bentuk dollar AS.

Kas itu nantinya akan digunakan untuk membeli bahan baku yang memang harus menggunakan mata uang negeri Paman Sam itu. "Tentu diimbangi dengan strategi pengaturan produk dan efisiensi biaya," ujar Bernadus Karmin Winata, Direktur dan Sekretaris Perusahaan KLBF.

Berdasarkan laporan keuangan KLBF di kuartal III-2017, emiten ini punya kas dalam bentuk dollar AS dan euro masing-masing sebesar US$ 39,12 juta dan 2,89 juta.

PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) punya strategi lain. GIAA memilih meningkatkan porsi penerbangan internasional.

Pemasukan dalam bentuk kurs asing dari penerbangan internasional diharapkan mampu mengompensasi tekanan yang berasal dari pembelian bahan bakar. Saat ini, perbandingan pemasukan rute internasional dan domestik sudah hampir seimbang, 50:50," jelas Ikhsan Rosan, VP Corporate Communication GIAA.

Bukan cuma emiten-emiten yang bisnisnya tertekan langsung volatilitas rupiah yang menyusun strategi menghadapi pelemahan rupiah. Emiten yang memiliki utang luar negeri juga mulai waspada. Salah satunya PT Tower Bersama Infarstructure Tbk (TBIG). Emiten ini masih memiliki sejumlah pinjaman dalam denominasi dollar AS.

Direktur Keuangan TBIG Helmy Yusman Santoso bilang, manajemen TBIG telah melakukan hedging atas seluruh pinjaman dalam kurs asing. Tidak ada alokasi khusus untuk biaya hedging. Saat pinjaman ditarik, hedging langsung dilakukan sepanjang umur pinjaman. "Jadi tidak ada pengaruh kurs berapa," tegas Helmy.

Meski begitu, analis menilai sentimen pelemahan rupiah akan berpengaruh ke harga saham. Karena itu, akan lebih baik bila BI bisa intervensi saat rupiah turun. "Kalau rupiah bisa ditahan tidak melewati Rp 13.900, akan ada rebound teknikal," jelas Alfred Nainggolan, Kepala Riset Koneksi Kapital Sekuritas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini