Emiten produsen CPO bisa terdampak larangan impor di Eropa



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah lama jadi wacana, rencana Uni Eropa melarang penggunaan minyak kelapa sawit alias crude palm oil (CPO) akan terealisasi dalam beberapa tahun lagi. Pasalnya, baru-baru ini anggota Parlemen Uni Eropa menyetujui rencana untuk melarang penggunaan minyak kelapa sawit pada 2021 mendatang.

Pada 17 Januari 2018, anggota Parlemen Eropa sepakat untuk meningkatkan efisiensi energi hingga 35% pada 2030. Untuk mencapai target tersebut, mayoritas anggota parlemen memilih untuk melarang penggunaan CPO sebagai bahan baku utama biodiesel pada 2021.

Meski sudah disetujui, pelarangan impor CPO ini belum disahkan sebagai peraturan resmi. Namun jika pelarangan ini benar-benar diterapkan, analis NH Korindo Joni Wintarja berpendapat, hal ini menimbulkan potensi oversupply terhadap pasokan CPO di pasar global.


"Sekitar 46% total ekspor CPO ke Eropa sebesar 7,5 juta ton digunakan untuk konversi biodiesel. Seandainya penghentian ini benar-benar diterapkan, itu artinya CPO akan mengalami kelebihan persediaan sekitar 3,45 juta ton," ujar Joni kepada Kontan.co.id, Senin (22/1).

Kelebihan tersebut tentu akan membuat harga CPO di pasar jadi terkoreksi. Hal ini membuat emiten kelapa sawit ikut terdampak karena pendapatan emiten CPO seperti PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP), PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP), PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS), dan PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT) jadi menurun.

Walau mengancam kinerja para emiten CPO, penurunan harga ini dipandang Joni bisa jadi peluang bagi para emiten produsen minyak kelapa sawit.

"Selisih harga antara CPO, minyak kedelai, dan minyak rapeseed akan menjadi semakin jauh. Ini artinya, minyak CPO menjadi sangat murah dibandingkan denga minyak lain sejenis di dunia sehingga membuka kesempatan pasar yang lain bagi para emiten CPO," terangnya.

Lantaran masih digunakan sebagai bahan makanan, tingkat konsumsi masyarakat jelas akan jadi salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja emiten CPO. Di tahun ini, kinerja emiten CPO berpotensi lebih moncer lantaran adanya potensi peningkatan tingkat konsumsi.

Di sisi lain, kelanjutan dari keputusan para anggota parlemen Uni Eropa masih akan menghantui kinerja para emiten CPO di tahun ini. Sehingga para pelaku pasar masih tetap harus waspada terhadap sentimen ini.

Di antara saham emiten CPO lainnya, Joni melihat saham LSIP masih menarik. Ia merekomendasikan buy saham LSIP dengan target harga Rp 1.540 per saham. Pada penutupan perdagangan Senin (22/1), saham LSIP ditutup menguat 2,59% ke level Rp 1.385.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini