Emiten Ramai Cari Dana dari Rights Issue, Saham Mana yang Layak Dilirik?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aksi korporasi penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) alias rights issue masih ramai. Emiten mencari dana berbiaya murah untuk menggelar ekspansi dan memperkuat permodalan.

Merujuk materi paparan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam rapat kerja Komisi XI DPR RI, Senin (5/6), masih ada 13 emiten dalam pipeline rights issue. Indikasi target penggalangan dana dari aksi ini mencapai Rp 8,51 triliun.

Emiten yang menggelar rights issue bervariasi dari lintas sektor. Yang terbaru, ada PT Trisula International Tbk (TRIS) yang berencana menerbitkan saham baru sebanyak-banyaknya 622,56 juta dengan estimasi harga pelaksanaan Rp 240 per saham.


Lewat rights issue, emiten tekstil dan garmen ini menargetkan setoran modal dalam bentuk saham inbreng senilai Rp 126 miliar dan dalam bentuk uang tunai sebesar Rp 23,41 miliar. 

Baca Juga: Trisula International (TRIS) Akan Rights Issue, Incar Dana Rp 149,42 Miliar

TRIS menjadikan rights issue sebagai langkah akuisisi terhadap 35% saham emiten furniture, PT Chitose Internasional Tbk (CINT).

PT Catur Sentosa Adiprana Tbk (CSAP) juga menggelar rights issue dengan nilai emisi yang cukup jumbo, sebesar Rp 857,37 miliar. CSAP menerbitkan 1,22 milair saham baru dengan harga pelaksanan Rp 700 per saham.

Mayoritas dana akan dipakai untuk modal kerja entitas anak, termasuk operasional dan pengembangan usaha. Selain itu, emiten pemilik jaringan ritel bahan bangunan Mitra10 ini akan menggunakan Rp 415 miliar dana hasil rights issue untuk akuisisi tanah dan bangunan.

Selain TRIS dan CSAP, ada sejumlah emiten lain yang telah mengumumkan aksi rights issue. Di antaranya emiten transportasi laut dan logistik PT Bintang Samudera Mandiri Lines Tbk (BSML), emiten pemilik jaringan ritel Alfamidi PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI), dan dari sektor bank PT Bank Maspion Indonesia Tbk (BMAS).

Head of Research Center Mirae Asset Sekuritas, Roger MM, mengamati mayoritas emiten menggalang dana dari rights issue untuk kepentingan ekspansi dan memperkuat struktur permodalan. Hal ini menandakan optimisme emiten terhadap prospek bisnis serta situasi industri yang lebih kondusif untuk pengembangan usaha.

Emiten juga mengantisipasi efek kenaikan tingkat suku bunga yang terjadi sejak tahun lalu, sehingga penggalangan dana lewat rights issue menjadi lebih relevan. "Dalam kondisi suku bunga yang menanjak, right issue menjadi alternatif pendanaan buat emiten," kata Roger kepada Kontan.co.id, Rabu (7/6).

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus sepakat emiten juga mempertimbangkan dampak kenaikan suku bunga. 

Jadi, pencarian dana lewat penerbitan obligasi atau pinjaman bank mesti dilakukan dengan lebih selektif dan cermat.

Pencarian dana lewat rights issue masih menarik meski kondisi pasar cenderung volatile. 

"Volatilitas di pasar masih bisa diterima. Right issue menjadi salah satu cara untuk meningkatkan modal usaha dari investor yang sudah ada dengan cost yang lebih murah," ujar Nico.

Di sisi lain, Chartered Financial Analyst Head of Research Syailendra Capital, Rizky Jauhari melihat sektor perbankan juga makin selektif dalam memberikan pinjaman mempertimbangkan pengetatan likuiditas. 

Namun pada saat yang bersamaan emiten membutuhkan dana untuk ekspansi memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi.

Hanya saja, Rizky mengingatkan menarik atau tidaknya rights issue akan tergantung dari rencana bisnis dan prospek usaha masing-masing emiten. "Sudah selayaknya sebagai investor lebih selektif dalam berpartisipasi dalam right issue," kata Rizky.

Pengamat Pasar Modal dan Founder WH Project, William Hartanto, turut memberi catatan aksi rights issue tidak selalu membawa dampak yang signifikan bagi pergerakan saham. 

Saran William, ada sejumlah hal yang perlu dicermati pelaku pasar terkait saham rights issue.

Meliputi tujuan penggunaan dana, fundamental dan rencana bisnis emiten, serta tetap cermat melihat momentum teknikal pergerakan sahamnya. 

Baca Juga: Kantongi Rp 11,9 Triliun dari Right Issue, Cermati Strategi Bank KB Bukopin (BBKP)

"Lalu apakah ada standby buyer, dan berapa harga tebusnya. Kalau harga tebus lebih rendah dari harga saham di pasar reguler itu lebih bagus," terang William.

CEO Edvisor.id Praska Putrantyo menambahkan dampak dari rights issue seringkali membuat tren harga saham terkoreksi sementara. Dus, tujuan emiten menggelar rights issue dan rencana bisnisnya menjadi penting untuk menentukan pilihan saham.

"Jika prospek industri emiten tersebut positif ditambah punya potensi pertumbuhan di masa depan seiring dengan rencana pelaksanaan rights issue, maka hal itu dapat dipertimbangkan oleh investor," kata Praska.

Di antara emiten yang menggelar rights issue, Praska pun menjagokan saham MIDI, BSML dan TRIS. Secara teknikal, Analis Binaartha Sekuritas Ivan Rosanova mencermati saham CSAP, BSML, dan MIDI. 

Catatan Ivan, saham MIDI baru menarik untuk koleksi ketika terkoreksi terlebih dulu ke level Rp 390. 

"Penting juga perhatikan likuiditas sahamnya untuk menyesuaikan seberapa besar nilai pembelian yang dapat dilakukan," tambah Ivan.

Sedangkan Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memilih saham CSAP dan TRIS. 

Rekomendasi trading buy untuk CSAP [support Rp 610, resistance Rp 705, target harga: Rp 715] dan speculative buy saham TRIS [support: Rp 224, resistance Rp 236, targer harga Rp 240 - Rp 244].

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi