KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sederet emiten akan dan sedang menggelar penambahan modal melalui
rights issue maupun
private placement. Aksi korporasi tersebut dijalankan dengan berbagai tujuan. Contohnya PT Vale Indonesia Tbk (
INCO) yang melakukan
rights issue sebagai bagian dari penyelesaian proses divestasi, yang sahamnya kembali diserap oleh
holding tambang BUMN, MIND ID. INCO menawarkan hingga 603,44 juta saham dengan harga pelaksanaan Rp 3.050 per saham, sehingga akan menjaring dana hingga Rp 1,84 triliun. Dari dana itu, sebesar Rp 1,46 triliun akan dipakai untuk membiayai belanja modal, dimana Rp 1,11 triliun dialokasikan untuk melanjutkan pembangunan infrastruktur tambang.
Emiten lain yang menggelar
rights issue adalah PT Trans Power Marine Tbk (
TPMA), dengan menawarkan sebanyak 874,12 juta saham. Harga pelaksanaan sebesar Rp 465 per saham, sehingga TPMA akan mengantongi Rp 406,46 miliar. Dana itu akan dipakai untuk mengakusisi 65% saham PT Bahtera Energi Samudra Tuah. Baca Juga:
IHSG Menguat ke 6.819 Kamis (20/6), BBCA, BRIS, UNTR Paling Banyak Net Buy Asing Kemudian emiten lain yang melakukan
rights issue di antaranya ada PT Merdeka Battery Materials Tbk (
MBMA), PT Hotel Fitra International Tbk (
FITT), PT Bank Neo Commerce Tbk (
BBYB), PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (
CMNP) dan PT Panca Mitra Multiperdana Tbk (
PMMP). Selain
rights issue, ada juga emiten yang menggelar aksi
private placement. Di antaranya PT Merdeka Copper Gold Tbk (
MDKA) yang ingin memperkuat permodalan dalam upaya mengembangkan kegiatan usaha. Emiten lainnya adalah PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (
PANI) dan PT Bank MNC Internasional Tbk (
BABP). Senior Equity Research Analyst Erdikha Elit Sekuritas Hendri Widiantoro menyoroti momentum ramainya
rights issue dan
private placement di pertengahan tahun ini bertepatan dengan adanya dua sentimen. Yakni tingkat suku bunga acuan yang tinggi, serta depresiasi nilai tukar rupiah. Kedua sentimen tersebut cenderung mengganjal emiten jika ingin segera menjaring pendanaan dari utang. Kenaikan suku bunga dapat meningkatkan biaya pinjaman dan menekan margin perusahaan, sementara depresiasi rupiah dapat meningkatkan beban utang dalam mata uang asing. Baca Juga:
Menilik Kinerja Emiten Konstituen Indeks EIDO Kondisi tersebut menambah dorongan bagi emiten untuk memilih aksi
rights issue maupun
private placement. "Hal ini bisa memberikan peluang bagi emiten untuk menghimpun dana dari investor dengan biaya yang lebih murah karena tidak bergantung pada suku bunga acuan," kata Hendri kepada Kontan.co.id, Kamis (20/6). Catatan Hendri agar
rights issue dan
private placement memiliki daya tarik, emiten perlu meyakinkan investor tentang prospek pertumbuhan bisnisnya. Termasuk penggunaan dana yang strategis untuk mengatasi tantangan dan memanfaatkan peluang yang ada. Research Analyst Stocknow.id Emil Fajrizki sepakat, tujuan penghimpunan dana akan menjadi faktor penting yang dipertimbangkan investor. Di samping itu, respons pelaku pasar terhadap
rights issue dan
private placement akan tergantung dari persepsi investor kepada prospek dan transparansi emiten hingga kondisi pasar saham secara umum. "Kalau dari pergerakan harga saham belum ada tanda respons yang positif, ada kemungkinan pelaku pasar masih
wait and see baik dari segi fundamental maupun teknikalnya," terang Emil. Research Analyst Phintraco Sekuritas Arsita Budi Rizqi menambahkan,
rights issue dan
private placement punya prospek menarik, khususnya bagi emiten dengan fundamental solid serta pertumbuhan kinerja keuangan yang potensial. Namun, investor juga akan mempertimbangkan berbagai faktor di luar emiten. Terutama dari sisi dinamika arah suku bunga The Fed, kebijakan moneter domestik, hingga pelemahan nilai tukar rupiah. "Bisa mempengaruhi likuiditas dan sentimen pasar, sehingga investor perlu dengan cermat memperhatikan kondisi makro ekonomi global dan domestik," kata Arsita.
Baca Juga: Direvisi, Aturan Baru Papan Pemantauan Khusus Berlaku Jumat (21/6) Strategi Investasi Di antara saham-saham yang akan menggelar
rights issue atau
private placement, Emil menyampaikan umumnya pelaku pasar bisa memanfaatkan strategi
trading. Yaitu
buy on rumor dan
sell on news. Strategi ini bisa diterapkan ketika emiten merilis rencana akan melakukan aksi korporasi tersebut. "Jadi bisa memanfaatkan untuk
trading jangka pendek hingga
swing trade," ungkap Emil. Sementara Hendri menyarankan jika berinvestasi dengan
time frame yang lebih panjang, pelaku pasar bisa memilih saham yang akan
rights issue. Khususnya terhadap emiten yang tujuan penggunaan dananya untuk pengembangan usaha, bukan sekadar memperbaiki struktur keuangan. "Sedangkan apabila untuk
trading jangka pendek, dapat
trading saham di saat
ex-right dengan saham yang memiliki jarak penyesuaian harga cum dan harga teoritis yang jauh," terang Hendri.
Baca Juga: Mampu Bagi Dividen Jumbo, Prospek Jangka Panjang Unilever (UNVR) Masih Positif Sementara Arsita menyoroti INCO dengan harga tebus
rights issue yang di bawah harga pasar. Sehingga menimbulkan efek psikologis pada investor terhadap harga saham INCO yang mengalami penurunan mendekati nilai teoritis di Rp 3.990.
Arsita pun menyarankan strategi
buy on support saham INCO di tengah momentum mendekati harga psikologis Rp 4.000. Bisa koleksi di harga Rp 4.000-Rp 4.060 untuk target harga di Rp 4.300-Rp 4.400, dan
stoploss jika menembus ke bawah Rp 3.950. Arsita juga menyematkan rekomendasi
buy on support MDKA dengan mencermati peluang
rebound. Target harga ada di level Rp 2.450-Rp 2.500, dan
stoploss jika tembus Rp 2.230. Rekomendasi lainnya,
wait and see MBMA. Emil ikut menyoroti saham INCO dan MDKA yang secara teknikal berada di area
support klasik, sehingga punya potensi untuk
rebound. Emil menyarankan
buy INCO dan MDKA, dengan target harga masing-masing di Rp 4.450 dan Rp 2.540 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati