KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan penjualan emiten ritel tak sekencang biasanya. Melambatnya penjualan ritel sudah terlihat sejak awal tahun ini. Jika pada tahun lalu para peritel bisa membukukan kenaikan penjualan
double digit, kini, rata-rata pertumbuhan emiten ritel masih di bawah 10%. Bank Indonesia melaporkan, indeks penjualan riil di bulan Agustus hanya tumbuh 2,2% dibanding periode yang sama tahun lalu. Victoria Venny, Analis MNC Sekuritas, mencermati, penutupan sejumlah toko atau gerai oleh beberapa perusahaan ritel membuktikan industri ini tengah melambat. Menurutnya, kini masyarakat cenderung mengurangi anggaran konsumsi dan beralih ke investasi. Terbukti, simpanan dana pihak ketiga justru terus meningkat.
Berdasarkan catatan KONTAN, di Oktober lalu, PT Ramayana Lestasi Sentosa Tbk (RALS) telah menutup tiga gerainya. Kemudian di bulan September, PT Matahari Departement Store Tbk (LPPF) menutup dua gerai yang dianggap sudah tidak efisien. Sedangkan PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) memutuskan untuk menutup lima gerai Lotus secara bertahap. Christine Natasha, Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, juga sepakat, hingga akhir September lalu, daya beli masyarakat masih terlihat menurun. Apalagi pemerintah mulai mengurangi subsidi listrik. "Penjualan Ramayana melemah, karena menyasar segmen bawah yang lebih sensitif terhadap daya beli. Jadi, pendapatannya tidak mampu mengimbangi biaya operasional, jelas dia, akhir pekan lalu (3/11). Selain RALS, penurunan penjualan juga dialami LPPF. Dengan fokus LPPF yang banyak menjual produk pakaian, pencapaian maksimal hanya terjadi saat momen khusus seperti lebaran. Bahkan, pada kuartal III-2017, same store sales growth (SSSG) LPPF mengalami penurunan 26%. Menurut Victoria, pola belanja masyarakat juga mulai bergeser. Misalnya, konsumen yang tadinya tertarik belanja di toko ritel, kini lebih mengincar belanja melalui situs daring. Apalagi Indonesia merupakan pasar e-commerce terbesar di ASEAN. Demi meningkatkan daya saing, beberapa pengecer juga banyak yang mengubah strategi bisnis. Misal, LPPF kini memilih fokus mengembangkan gerai produktif. RALS juga merevisi format penjualan dari gerai supermarket menjadi departement store. Lalu, PT Hero Supermarket Tbk (HERO) memilih mengembangkan konsep minimarket Giant Mart agar lebih dekat kepada masyarakat. "Jadi kami memperkirakan, dalam waktu dekat para pengecer akan lebih fokus pada efisiensi bisnis dan menahan ekspansi," ujar dia, dalam riset 20 Oktober 2017 lalu. Prospek kinerja Tapi, Christine cukup optimistis kinerja emiten ritel bisa membaik di tiga bulan terakhir tahun ini. Tapi, margin emiten ritel diprediksi belum akan maksimal karena berpotensi tertekan diskon Natal dan liburan akhir tahun. Sementara itu, Adeline Soelaiman, Analis Danareksa Sekuritas, mencermati, sepanjang tahun ini, hanya pengecer segmen menengah ke atas saja yang berhasil tumbuh. Pemain yang menyasar kelas menengah ke bawah, seperti LPPF dan RALS, justru mengalami kerugian. Pada kuartal III-2017 RALS tercatat merugi sebesar Rp 1 miliar. Padahal di kuartal kedua, RALS masih untung sebesar Rp 366 miliar. Sedangkan laba bersih LPPF di kuartal III harus tergerus 84,7% dibandingkan kuartal sebelumnya menjadi Rp 166,9 miliar. Menurut Adeline, perlambatan kinerja emiten ritel ini masih akan terjadi hingga akhir tahun nanti. Pendapatan diperkirakan masih stagnan. Tapi, ia melihat ada kemungkinan laba bersih emiten ritel di segmen menengah bawah akan masuk ke level negatif. Sementara itu untuk emiten ritel yang fokus ke segmen menengah ke atas, seperti MAPI dan PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES), masih ada potensi pertumbuhan. "Penutupan Lotus dan Denbenhams justru positif untuk MAPI karena bisa mengurangi biaya rental," ujar dia.
Pada tahun depan, kinerja emiten ritel diharapkan jauh lebih baik dibandingkan tahun ini. Konsumsi masyarakat akan kembali terdorong dengan adanya program subsidi energi dan kesehatan untuk segmen menegah ke bawah. Tahun politik juga akan kembali memanaskan konsumsi domestik. Meski begitu, pertumbuhan emiten ritel tahun depan masih sulit mencapai dua digit. Prediksi Adeline, pertumbuhan emiten ritel hanya sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, sekitar 5%. Walaupun pemain ritel segmen menengah ke bawah masih diliputi tekanan, tetapi Adeline menilai saham RALS masih menarik. Menurut dia, strategi bisnis RALS akan membuat kinerjanya membaik dalam jangka panjang. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati