Emiten ritel terpukul kenaikan bea impor



JAKARTA. Pemerintah menaikkan bea masuk impor bagi barang konsumer. Beberapa produk impor yang terkena kenaikan itu antara lain kopi, teh, alkohol, dan lain-lain. Kini, besaran tarif bea impor setelah kenaikan itu bervariasi antara 10% hingga 150%.

Kepala Riset Maybank Kim Eng Securities Isnaputra Iskandar mengatakan, tujuan kenaikan  tarif bea masuk impor ini adalah untuk meningkatkan daya saing industri domestik. Selain itu, pemerintah tidak akan menerapkan regulasi ini bagi anggota World Trade Organization (WTO).

Isnaputra melihat, emiten yang dirugikan beleid ini ialah PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) dan PT Supra Boga Lestari Tbk (RANC). Kedua emiten ini memiliki porsi produk impor yang besar.


Analis Trimegah Securities Dian Octiana menambahkan,  selain MAPI, PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES) juga terdampak aturan ini. Ia mencermati bahwa sebesar 60% produk MAPI merupakan impor. Kemudian, sekitar 80% produk dagangan ACES berasal dari impor.

Pajak tersebut akan meningkatkan harga beli produk MAPI dan ACES terhadap distributor. Untuk menyelamatkan margin, MAPI dan ACES bisa mengalihkan beban ke konsumen. Persoalannya, kini daya beli masyarakat cenderung rendah. "Maka, ini bisa mengurangi pendapatan mereka," ucap Dian, kepada KONTAN, Senin, (27/7).

Analis Samuel Securities Tiesha Narandha Putri menambahkan, produk-produk free trade agreement (FTA) asal China tak terimbas kenaikan tarif bea impor ini. Sehingga MAPI dan ACES masih memiliki kelonggaran. Menurutnya, ACES memiliki cukup banyak produk impor asal Negeri Tembok Raksasa.

Tiesha optimistis, akan ada perbaikan daya beli masyarakat pada semester kedua tahun ini, terutama di kuartal keempat. Pendorongnya adalah pengerjaan proyek pemerintah yang bisa menyerap tenaga kerja. Nantinya, para emiten konsumer pun bisa mengalihkan beban kenaikan pajak pada harga jual ke konsumen pada periode tersebut.

Efek positif

Meski begitu, ada pula emiten yang turut diuntungkan dengan kebijakan ini. Terutama emiten-emiten yang banyak menjual produk dalam negeri.

Isnaputra menyebut, emiten yang diuntungkan karena memenangkan persaingan antara lain PT Mayora Indah Tbk (MYOR), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Ultra Jaya Milk Industry Tbk (ULTJ), PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI), dan PT Delta Djakarta Tbk (DLTA).

Dian menambahkan, PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) dan PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) tak terkena dampak kenaikan pajak impor. Pasalnya, LPPF menjual 90% produk lokal. Sehingga LPPF dan MPPA mampu membukukan pendapatan yang sedikit lebih tinggi ketimbang industri.

Dian memprediksikan, sektor ritel hanya mampu tumbuh satu digit tahun ini. Apalagi momentum Idul Fitri tak terlalu besar mengerek penjualan perusahaan konsumer. Tiesha bilang, pertumbuhan sektor ritel melambat dibanding tahun lalu. Sedangkan, sektor konsumer mampu tumbuh 14%. Ini terbantu oleh penurunan harga komoditas yang menyebabkan kenaikan margin.

Dian merekomendasikan beli LPPF dengan target harga Rp 10.200 dan MPPA dengan target Rp 4.200. Tiesha menyebut, UNVR dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) juga diuntungkan karena memiliki sisi harga yang kompetitif.

Meski terbebani pajak impor, Tiesha tetap merekomendasikan beli ACES karena valuasinya yang murah. Saat ini, price earning ratio (PER) ACES yakni 19 kali atau 20% terdiskon dari harga saham emiten ritel lain. Ia menyebutkan target harga ACES adalah Rp 830 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto