JAKARTA. Perlambatan ekonomi tidak menghalangi rencana ekspansi emiten ritel. Sejumlah emiten tetap konsisten menambah gerai baru di sepanjang tahun ini. PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS), misalnya, sudah membuka tiga gerai baru per Juni lalu. Ketiga gerai itu berlokasi di Pondok Aren, Kota Harapan Baru dan Cikupa. Meski begitu, pengelola
department store Ramayana ini menutup satu gerai di semester satu lalu. Toh, tetap saja realisasi penambahan gerai baru RALS di semester pertama tahun ini lebih baik dibandingkan tahun lalu. Pada 2016, RALS hanya membuka dua gerai baru. Di saat yang sama, emiten ini menutup tiga gerai lama.
Hingga akhir 2017, RALS berniat menambah lagi tiga gerai baru. Bukan hanya itu, Ramayana berniat membuka kembali
(reopening) tiga gerai transformasi. Transformasi gerai memang menjadi salah satu strategi RALS untuk mencapai target tersebut. Sepanjang tahun ini, RALS menargetkan menyulap 25 gerai Ramayana menjadi SPAR. Namun, per Juni 2017, jumlah gerai SPAR justru berkurang menjadi 22 gerai, dari 23 gerai di Desember 2016. Hingga kini, RALS mengoperasikan 115 gerai dengan
gross selling space mencapai 975.301 meter persegi. "Dari 115 gerai tadi, sebanyak 74 gerai tersebar di Jawa, sedangkan 41 gerai lainnya berada di luar Jawa," tulis manajemen RALS, dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, pekan lalu. Ekspansi LPPF Emiten ritel lainnya, PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) juga konsisten menambah gerai. Per akhir Juni 2017, LPPF sudah memiliki 155 gerai, atau bertambah 4 gerai baru dibandingkan posisi akhir Desember 2016. Dari jumlah tersebut, sebanyak 43 gerai berlokasi di wilayah Jabodetabek, 47 gerai di Jawa luar Jabodetabek, dan 61 gerai di luar Jawa. Manajemen LPPF masih berencana menambah lagi sebanyak 2-4 gerai baru. Jadi, sepanjang tahun ini, LPPF membidik 6-8 gerai baru. Gerai baru nanti akan dibuka di Jawa luar Jabodetabek sebanyak 1 gerai, dan luar Jawa sebanyak 1-3 gerai. Bertambahnya jumlah gerai turut mengerek penjualan LPPF. Pada semester I-2017, LPPF meraih penjualan Rp 10 triliun, tumbuh 10,9% dibandingkan semester I 2016. Menanggapi aksi buka tutup gerai, analis Indosurya Mandiri Sekuritas Wiliam Surya Wijaya menilai hal itu wajar. Ini adalah langkah reposisi. Pengaruh daya beli pasti ada. Tapi penurunan daya beli itu wajar, tidak hanya terjadi di Indonesia, tutur dia.
Menurut William, pengaruh cukup besar justru lantaran keberadaan
e-commerce, terutama untuk ritel fesyen. Hal ini menjadi salah satu pertimbangan peritel mengurangi jumlah gerai atau melihat peluang di daerah baru yang lebih strategis. Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee juga melihat tren belanja
online turut mempengaruhi aksi buka tutup gerai oleh pelaku ritel fesyen. Ada indikasi
switching, dari belanja ke gerai berubah jadi belanja
online, kata dia. Oleh karena itu, pelaku ritel harus mewaspadai gejala ini ketika membuka gerai baru. Namun Hans dan William sepakat, prospek bisnis ritel masih bagus. Apalagi, peritel mulai merambah penjualan
online. Ditambah lagi demografi Indonesia yang mendukung. Secara kultur masyarakat masih butuh memegang barang, bukan hanya melihat di foto, kata William. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini