Emiten saham batubara menahan ekspansi



JAKARTA. Prospek industri batubara di tahun 2014 masih diselimuti mendung. Mayoritas emiten pertambangan maupun kontraktor pertambangan batubara berencana mengerem ekspansi, lantaran proyeksi harga jual yang masih negatif. Salah satu indikasi adalah banyak emiten batubara yang menganggarkan belanja modal lebih kecil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menjadi contoh terbaru emiten batubara yang mengambil jalan tersebut. Dileep Srivastava, Direktur dan Sekretaris Perusahaan BUMI mengatakan, pihaknya hanya akan menganggarkan capital expenditure (capex) sebesar US$ 50 juta di 2014.

Dana capex itu pun hanya akan dialokasikan untuk keperluan perawatan rutin alat-alat produksi batubara. "Kami sudah melakukan investasi dalam jumlah banyak di tahun 2010-2012," jelas Dileep, beberapa waktu lalu.


Setali tiga uang dengan BUMI, PT Harum Energy Tbk (HRUM) juga mengetatkan anggaran ekspansi di tahun politik. Emiten batubara milik taipan Kiki Barky ini hanya menganggarkan belanja modal US$ 10 juta, turun 33% dari tahun 2013 yang senilai US$ 15 juta.

Keputusan HRUM memangkas capex tidak terlepas dari strategi untuk menahan produksi batubara. Tahun depan, HRUM hanya mengincar produksi sebanyak 12 juta ton atau sama dengan target tahun ini.

Sekitar 10 juta ton dari target tahun depan akan ditutupi dari tambang PT Mahakam Sumber Jaya (MSJ). Sementara sisanya akan ditopang produksi tambang PT Santan Batubara (SB).

Kondisi tersebut membuat HRUM enggan mematok target pertumbuhan penjualan terlampau tinggi. Terlebih, harga jual batubara di 2014 juga diprediksi masih melemah. Tahun depan, HRUM hanya mengincar kenaikan penjualan 10% dari 2013 yang diperkirakan 13,5 juta ton.

Kontraktor pun terimbas

Situasi industri batubara yang masih negatif berimbas juga pada emiten kontraktor batubara, seperti PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID). Rinto Pardede, Direktur DOID menyatakan, pihaknya belum melihat tanda-tanda perbaikan (rebound) pada harga jual batubara global.

Sinyal negatif tersebut memaksa DOID untuk kembali mengerem ekspansi di tahun depan. "Jika situasinya masih seperti ini, anggaran capex di 2014 akan sama seperti 2013," terang Rinto.

Di tahun ini, DOID hanya menganggarkan belanja modal US$ 30 juta yang diambil dari kas internal. Anggaran capex itu pun hanya digunakan untuk menutupi perawatan rutin, bukan membeli alat berat baru.

Dengan kebijakan menahan ekspansi tentu akan sulit bagi DOID untuk mendongkrak kinerja operasional. Tahun depan, DOID memperkirakan, volume pengupasan tanah (overburden removal) batubara bakal turun 15%-20% dari 2013 yang diperkirakan 278,4 juta - 295,8 juta bank cubic meter (bcm).

Sementara produksi batubara DOID diperkirakan turun 5%-7% dari tahun ini 34,5 juta ton. Per November 2013, pengupasan tanah DOID 278 juta bcm atau turun 14% year-on-year (yoy).

Sementara produksi batubara DOID per November 2013 mencapai 30,3 juta ton, lebih rendah 4% yoy. "Meskipun terjadi penurunan, angka ini memenuhi target 2013," jelas Rinto.

Tjandra Lienandjaja, Deputi Kepala Riset Mandiri Sekuritas menuturkan, hingga akhir tahun ini, belum ada tanda-tanda harga jual batubara akan meningkat.

Ini berbeda dengan harga jual komoditas agribisnis, semisal minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) yang sudah mulai membaik dalam dua bulan terakhir. "Ini karena masih terjadi kelebihan pasokan batubara sehingga harga jual sepertinya masih akan dalam tren turun," terang Tjandra. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Avanty Nurdiana