JAKARTA. Pasar modal ibarat hutan rimba. Tanpa bekal cukup, niscaya investor tersesat di dalamnya. Bahkan tak jarang modalnya habis karena terbenam di saham butut.Itu pula yang kini menghantui pemegang saham sejumlah emiten yang terancam delisting paksa dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Sebut saja investor saham PT Amstelco Indonesia Tbk (INCF) yang dicoret dari BEI mulai 19 Februari 2013. Selain INCF, enam emiten lain menghadapi ancaman serupa, yakni Indo Setu Bara Resources Tbk (CPDW), Panasia Filament Inti Tbk (PAFI), Central Proteinaprima Tbk (CPRO), Siwani Makmur Tbk (SIMA), Panca Wiratama Sakti Tbk (PWSI), dan Berlian Laju Tanker Tbk (BLTA).Kendati tak masuk "daftar hitam" emiten BEI, pemegang saham PT Dayaindo Resources International Tbk (KARK), juga tengah waswas. Maklum, emiten saham ini menghadapi ancaman pailit, sementara kunci restrukturisasi utang emiten ini, Sudiro Andi Wiguno, Presiden Direktur KARK, tewas "bunuh diri" pekan ini. Entah bagaimana kelanjutan penyelesaiannya maupun masa depan emiten ini.Dus, nasib investor publik terombang-ambing. Prospek investasi mereka tak jelas. Persoalannya, pengelola BEI belum memberi solusi konkret akan nasib pemegang saham publik ini. Hoesen, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, hanya menyatakan, BEI akan memberi kesempatan investor untuk menjual sahamnya. Pertanyaannya, siapa yang mau membeli? Yanuar Rizky, pengamat pasar modal, berkata, seharusnya BEI mewajibkan emiten delisting membeli saham publik. Sebab, penguasaan publik terhadap saham para emiten yang terancam delisting ini cukup besar. Ambil contoh, publik memiliki 62,01% saham BLTA, CPRO 51,07% dan SIMA 35,11%.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Emiten saham tak jelas, investor waswas
JAKARTA. Pasar modal ibarat hutan rimba. Tanpa bekal cukup, niscaya investor tersesat di dalamnya. Bahkan tak jarang modalnya habis karena terbenam di saham butut.Itu pula yang kini menghantui pemegang saham sejumlah emiten yang terancam delisting paksa dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Sebut saja investor saham PT Amstelco Indonesia Tbk (INCF) yang dicoret dari BEI mulai 19 Februari 2013. Selain INCF, enam emiten lain menghadapi ancaman serupa, yakni Indo Setu Bara Resources Tbk (CPDW), Panasia Filament Inti Tbk (PAFI), Central Proteinaprima Tbk (CPRO), Siwani Makmur Tbk (SIMA), Panca Wiratama Sakti Tbk (PWSI), dan Berlian Laju Tanker Tbk (BLTA).Kendati tak masuk "daftar hitam" emiten BEI, pemegang saham PT Dayaindo Resources International Tbk (KARK), juga tengah waswas. Maklum, emiten saham ini menghadapi ancaman pailit, sementara kunci restrukturisasi utang emiten ini, Sudiro Andi Wiguno, Presiden Direktur KARK, tewas "bunuh diri" pekan ini. Entah bagaimana kelanjutan penyelesaiannya maupun masa depan emiten ini.Dus, nasib investor publik terombang-ambing. Prospek investasi mereka tak jelas. Persoalannya, pengelola BEI belum memberi solusi konkret akan nasib pemegang saham publik ini. Hoesen, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, hanya menyatakan, BEI akan memberi kesempatan investor untuk menjual sahamnya. Pertanyaannya, siapa yang mau membeli? Yanuar Rizky, pengamat pasar modal, berkata, seharusnya BEI mewajibkan emiten delisting membeli saham publik. Sebab, penguasaan publik terhadap saham para emiten yang terancam delisting ini cukup besar. Ambil contoh, publik memiliki 62,01% saham BLTA, CPRO 51,07% dan SIMA 35,11%.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News