Emiten Sektor Barang Baku Nantikan Prospek Perekonomian yang Lebih Baik di 2024



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten sektor barang baku menantikan prospek perekonomian yang lebih baik di tahun 2024. Perputaran roda ekonomi diharapkan meningkatkan lagi pemintaan bahan-bahan mentah.

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer mengamati, sampai saat ini masih belum ada sentimen yang cukup atau benar-bener kuat dalam menopang kinerja emiten barang baku, terutama emiten tambang logam.  Seperti diketahui, industri logam masih menunggu pemulihan ekonomi China yang relatif lambat sehingga berdampak pada rantai industri manufaktur.

Sebagai salah satu konsumen terbesar, kondisi permintaan China berdampak bagi tingkat harga komoditas tambang semacam nikel, tembaga dan timah. 


Situasi ini ikut menahan ketertarikan investor terhadap saham-saham yang ada di sektor barang baku seperti saham tambang logam diantaranya PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan PT Timah Tbk (TINS).

Baca Juga: Kinerja Emiten Pulp and Paper Tetap Menarik Tahun Depan, Cek Rekomendasi Analis

Meskipun demikian, Miftahul mencermati bahwa saham sektor barang baku tak sepenuhnya suram. Ada segmen bisnis yang dinilai punya kinerja apik seperti pada emiten semen.

Solidnya kinerja tercermin dari performa penjualan semen nasional yang mencapai 17,9 juta ton pada kuartal III-2023, tumbuh 4,8% secara tahunan (yoy). Megaproyek Ibu Kota Negara (IKN) ikut mendongkrak industri semen. 

Alhasil, kondisi tersebut menjadi angin segar bagi dua raksasa emiten semen yakni PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP).

“Kami melihat kedepan investment opportunity paling memungkinkan datang dari segmen bisnis material konstruksi khususnya semen,” jelas Miftahul kepada Kontan.co.id, Jumat (15/12).

Analis Samuel Sekuritas Indonesia (SSI) Prasetya Gunadi menilai, penurunan harga komoditas yang masih terjadi akan berdampak pada kinerja emiten pertambangan logam. Harga nikel global kemungkinan akan tetap tertekan pada tahun 2024 - 2025 karena melimpahnya pasokan, terutama dari Indonesia akibat peningkatan kapasitas smelter nikel di Indonesia.

Sementara, permintaan tembaga diperkirakan akan mengalami pertumbuhan pesat seiring peralihan dunia dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan. Surplus pasokan kemungkinan masih terjadi pada 2024, namun akan berubah menjadi defisit pada tahun 2025.

Samuel Sekuritas menyukai emas untuk saat ini karena diyakini sikap The Fed yang kurang hawkish akan berefek pada pelemahan dolar AS. Ketidakpastian global setelah perang Israel-Hamas mungkin juga akan mendorong investor untuk beralih ke aset-aset safe haven, termasuk emas.

“Kami meyakini penurunan harga komoditas akan menghambat pertumbuhan pendapatan emiten pertambangan logam untuk beberapa waktu ke depan,” ungkap Prasetya dalam riset 14 Desember 2023.

Prasetya meyakini perhatian pasar di 2024 akan terfokus pada relaksasi kebijakan moneter, seiring dengan makin melambatnya pertumbuhan global. Pasar meyakini bahwa siklus suku bunga The Fed sudah selesai, dimana Fed memproyeksikan FFR-nya di posisi 4,6% pada 2024, sehingga mengindikasikan pemotongan suku bunga hingga 75bps tahun depan.

Baca Juga: IHSG Menguat Pada Perdagangan Jumat (15/12) Pagi, MEDC, ESSA, INKP Top Gainers LQ45

Dari dalam negeri, pertumbuhan PDB diperkirakan akan mendapat dorongan jangka pendek dari naiknya konsumsi karena belanja pemilu, serta pemberian stimulus dari pemerintah untuk menjaga daya beli dan tingkat inflasi, termasuk program bantuan beras dan bantuan tunai El Nino untuk rumah tangga berpendapatan rendah.

Samuel Sekuritas memperkirakan inflasi akan tetap berada dalam target Bank Indonesia (BI) sebesar 1,5%–3,5%. Selain itu, BI nampaknya baru akan memulai siklus pemotongan suku bunganya paling cepat pada Oktober 2024 mendatang.

Adapun kondisi manufaktur Indonesia saat ini terpantau sedikit membaik pada November 2023, setelah dua bulan berturut-turut mengalami pelemahan. Meningkat aktivitas manufaktur artinya bisa mengangkat permintaan barang baku.

S&P Global mencatat, Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada November 2023 berada di level 51,7. Angka ini meningkat 0,2 poin jika dibandingkan dengan Oktober 2023 yang berada pada level 51,5. PMI manufaktur Indonesia sudah berada dalam fase ekspansif selama 27 bulan berturut-turut, dan berada di level 50,0.

Secara teknikal, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana mengamati, pergerakan sektor saham barang baku yang tercermin dari IDX Basic Materials masih berada pada fase uptrend di sepanjang tahun ini. Meskipun terjadi koreksi pada semester pertama 2023.

“Kami perkirakan hal tersebut dipengaruhi oleh pergerakan harga komoditas dunia dan adanya Initial Public Offering (IPO) dari AMMN,” kata Herditya saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (17/12).

Menurut Herditya, pergerakan saham-saham sektor barang baku telah dipengaruhi oleh harga komoditas. Sementara, penawaran saham perdana oleh PT Amman Minerals Internasional Tbk di bulan Juli 2023 telah mendongkrak sektor barang baku.

Sebagai informasi, sektor saham barang baku (IDX Basic Materials) terdiri dari perusahaan yang menjual produk atau jasa yang nantinya digunakan industri lain sebagai bahan baku untuk memproduksi barang jadi. Contohnya seperti perusahaan yang memproduksi barang kimia, material konstruksi, kemasan, wadah, pertambangan logam atau mineral non-energi, serta produk kayu dan kertas.

Sejauh ini, tercatat ada 103 saham di sektor basic materials yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Saham-saham pengisi sektor ini diantaranya adalah PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA), dan PT Barito Pacific Tbk (BRPT).

Herditya mencermati, selama IDXBasic mampu berada di atas 1167 sebagai area supportnya, maka pergerakann sektor ini masih akan uptrend untuk menguji area 1320-1360 sebagai target terdekat. Secara teknikal, Dia merekomendasikan emiten yang dapat dicermati seperti ANTM, MDKA, serta SMGR.

Baca Juga: Apindo: Indonesia Harus Punya Konektivitas Rantai Pasok ke Korsel

Kalau Miftahul merekomendasikan Buy untuk saham SMGR dan INTP dengan target harga masing-masing di Rp 8.000 per saham dan Rp 12.905 per saham.

Berikut rekomendasi beberapa saham sektor barang baku yang dapat dicermati. Simak ulasannya.

1. Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS)

Pendapatan dan laba bersih BRMS meningkat signifikan sekitar 294%yoy pada periode Januari hingga September 2023, berkat peningkatan produksi emas dan keuntungan dari harga emas yang lebih tinggi. Selain itu, penemuan cadangan emas baru dan sumber daya emas di Poboya telah memperluas jangkauan umur produksi yang diharapkan dari tambang Poboya, Palu

Harga emas relatif lebih tinggi, sejak ketegangan geopolitik di Timur Tengah yang memicu reli kuat menuju US$2.000 per ons troi. Minna Padi Investama Sekuritas memperkirakan ketegangan yang sedang berlangsung di Tengah akan terus memberikan dukungan terhadap harga emas, dan akhirnya menguntungkan BRMS karena harga jual semakin tinggi.

Valuasi BRMS diperkirakan akan terus membaik di tahun 2024, seiring pabrik kedua di Palu direncanakan mencapai kapasitas penuh sebagai tambahan penyelesaian pabrik ketiga di Palu dan pabrik di Gorontalo.

Rekomendasi : Buy

Target Harga : Rp 225 per saham

Analis Minna Padi Investama Sekuritas, Andre Setiawan dalam riset 8 November 2023

2. PT Semen Indonesia Tbk (SMGR)

SMGR menunjukkan daya tarik ekspor menarik dan memperkirakan ekspor tahun depan akan lebih baik lagi seiring tambahan kesepakatan ekspor ke AS. Dengan demikian, berpotensi menambah volume penjualan sebesar 500.000 ton di tahun 2024.

SMGR memperkirakan pertumbuhan konservatif pada tahun 2024 dengan target sekitar 1,5 juta ton permintaan, terutama dari proyek-proyek pemerintah. Sebagai pemegang pangsa pasar terbesar sekitar 51.8% per Oktober 2023 dan merupakan lembaga pemerintah, SMGR SMGR meyakini kebutuhan semen untuk memenuhi proyek-proyek yang dikerjakan pemerintah pada tahun 2024 seharusnya datang ke arah mereka.

Waspadai risiko emiten sektor semen yakni perang geopolitik yang bisa berefek pada depresiasi rupiah lebih lanjut, sehingga membuat biaya pengeluaran energi jauh lebih tinggi. Dengan adanya masa pemilihan umum dilakukan selama dua putaran, maka akan berdampak pula pada penundaan proyek.

Rekomendasi : Buy

Target Harga : Rp 7.850 per saham

Analis MNC Sekuritas, Muhammad Rudy Setiawan dalam riset 28 November 2023

3. PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN)

Kinerja AMMN ke depan bakal didorong oleh potensi harga tembaga yang lebih baik. Hal itu sejalan dengan pertumbuhan pasokan dalam jangka panjang tidak akan terlalu signifikan, karena terbatasnya belanja modal untuk eksplorasi berpotensi mengakibatkan berkurangnya cadangan dan penurunan kadar bijih. Di sisi lain, permintaan tembaga global akan meningkat pesat seiring dengan semakin populernya penggunaan energi terbarukan dan kendaraan listrik.

Hanya saja, saat ini diperkirakan akan ada pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada kuartal IV sebesar 10% dari laba bersih AMMN di tahun 2023. Sebab, PNPB Amman Minerals tahun 2020-2022 masuk buku pada kuartal ketiga 2023.

Rekomendasi : Hold

Target Harga : Rp 7.000 per saham

Analis Samuel Sekuritas, Juan Harahap dalam riset 13 November 2023

4. PT Barito Pacific Tbk (BRPT)

BRPT menunjukkan performa cemerlang baru-baru ini berkat dorongan dari prospek pertumbuhan anak usaha yaitu BREN dan TPIA. Namun tampaknya lonjakan harga tidak akan berkelanjutan dalam jangka waktu 12 bulan.

JP Morgan memperkirakan selisih Polyethylene dan Polypropylene TPIA akan tetap di bawah level pertengahan siklus pada US$400 – US$ 420 per ton pada tahun 2024 didorong oleh penambahan kapasitas yang kuat dan banyaknya permintaan. Melebarnya selisih (spread) harga jual polyolefins akan meningkatkan kontribusi segmen ini terhadap EBITDA BRPT.

Sementara, BREN telah mengumumkan potensi 100% akuisisi PT Sidrap Bayu Energy, salah satu pembangkit listrik tenaga angin terbesar di Indonesia dengan kapasitas 75MW. Namun penambahan kapasitas ini hanya menambah 2% pada NAV BREN, dan membuat SOTP BRPT tidak berubah

Rekomendasi : Underweight (UW)

Target Harga : Rp 1.100 per saham

Analis JP Morgan Sekuritas, Arnanto Januri dalam riset 12 Desember 2023

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi