Emiten sektor tekstil terpapar batalnya TPP



JAKARTA. Muncul sinyal mitra dagang Trans Pasifik atau Trans Pacific Partnership (TPP) akan bubar lantaran kebijakan Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump yang protektif. Hal ini bakal mempengaruhi kinerja sejumlah emiten.

Memang, dampak bubarnya TPP tidak signifikan. Hal ini hanya membatasi potensi kenaikan pendapatan ekspor sejumlah emiten. Sebab, AS cenderung memproteksi diri dari perdagangan global dan membuat impor negara itu menurun.

"Yang terhambat adalah potensi upside penjualan ekspor, khususnya ekspor tekstil ke AS," kata Franky Rivan, analis KDB Daewoo Securities.


Asumsinya, penjualan ekspor PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) dan PT Pan Brothers Tbk (PBRX) ke AS akan konstan setiap tahun. Sekadar info, rata-rata margin laba bersih dalam lima tahun terakhir adalah 7,69% untuk SRIL dan 2,82% untuk PBRX.

Skenario terburuk, ekspor tekstil tahun depan turun separuh karena permintaan dari AS turun. Dengan begitu, Franky memprediksi laba bersih SRIL dan PBRX tahun depan turun masing-masing US$ 1,7 juta dan US$ 2,6 juta.

Saat ini SRIL melihat batalnya Indonesia masuk TPP bukan ancaman. "Justru yang fatal, jika Indonesia telanjur ikut TPP lalu batal di tengah jalan," kata Corporate Secretary SRIL Welly Salam kepada KONTAN, kemarin.

Di sisi lain, tambah Welly, ekspor SRIL ke AS kecil, hanya 6% dari total ekspor. Sejatinya, penjualan ekspor SRIL terbesar menyasar Asia, yakni US$ 161,73 juta per akhir kuartal III-2016. Sementara total pendapatan SRIL di periode itu US$ 498,69 juta.

"Kami justru melihat, Indonesia masih tetap menjadi eksportir tekstil dan produk tekstil (TPT) ke AS," kata Welly.

Franky menambahkan, selain tekstil, kebijakan dagang AS yang lebih protektif juga akan membatasi potensi upside ekspor dari sektor manufaktur. Jadi, penjualan dari emiten yang memiliki segmen penjualan ekspor akan terbatas.

Selain tekstil dan manufaktur, ada juga sektor komoditas seperti CPO. Analis MNC Securities Yosua Zisokhi bilang, potensi upside ekspor CPO bakal terbatas, tapi tidak langsung dan sifatnya terbatas.

"Karena yang diekspor lebih banyak produk hilir seperti minyak goreng, mentega dan lainnya, jarang emiten CPO lokal mengekspor CPO langsung ke AS," imbuh dia.

Hal menarik di sektor farmasi. Kebijakan Trump, termasuk TPP, menimbulkan ketidakpastian di pasar. Akibatnya, dollar AS menanjak. "Ini membuat biaya impor bahan baku lebih mahal," kata Direktur PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) Vidjongtius.

Tapi KLBF siap jika skenario ini terjadi, dengan mengatur posisi kas dalam bentuk dollar AS sebagai natural hedging.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie