JAKARTA. Sektor semen masih diliputi banyak tantangan. Mengacu data Asosiasi Semen Indonesia, volume penjualan semen pada Oktober 2016 menyusut 7,9%
year-on-year (yoy) menjadi 6,06 juta ton. Sementara, penjualan semen selama Januari hingga Oktober 2016 mencapai 50,76 juta ton, atau naik tipis 1,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penjualan semen di pulau Jawa bahkan anjlok 12% (yoy). Pulau Jawa masih mendominasi permintaan semen, yakni mencapai 54,6% dari total penjualan domestik selama 10 bulan di tahun ini. Analis KDB Daewoo Securities Indonesia Mimi Halimin mengatakan, penurunan penjualan semen dipicu beberapa sentimen negatif.
Misalnya, permintaan domestik yang masih minim, ditambah kondisi kelebihan pasokan alias oversupply. Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri, menilai, penurunan sektor semen terjadi seiring perlambatan bisnis properti dua tahun terakhir. "Properti masih melambat dan ada kelebihan pasokan karena banyak pesaing baru di industri ini, sehingga terjadi perang harga," ujar Hans pada KONTAN, Kamis (17/11). Mimi juga mengatakan, penyerapan anggaran pemerintah masih melambat, yang terlihat dari pertumbuhan ekonomi di kuartal ketiga. Selain itu, cuaca hujan belakangan ini kurang mendukung distribusi semen. Ia menduga hujan deras berpotensi menyebabkan banjir di beberapa daerah di Jawa Barat, seperti Karawang dan Bandung. Ini bisa menghambat distribusi semen di wilayah itu. "Adanya volatilitas pasar setelah terpilihnya presiden AS juga ikut menambah ketidakpastian," ujar Mimi dalam risetnya, kemarin. Hingga Oktober 2016, tiga dari empat emiten semen yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) masih mengalami penurunan penjualan. PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) mencatatkan volume penjualan domestik 2,5 juta ton pada Oktober. Jumlah ini turun 6,1% (yoy), namun naik 5,2% dibandingkan bulan sebelumnya. Secara kumulatif, dalam 10 bulan ini, volume penjualan SMGR mencapai 21,2 juta ton atau naik tipis 1,3% (yoy). Prospek tahun depan Sementara itu, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) meraih penjualan 1,5 juta ton pada Oktober, turun 12,7% (yoy). Sejak Januari hingga Oktober, penjualan INTP turun 3,6% menjadi 13,2 juta ton. PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) mengalami penurunan penjualan paling dalam. Volume penjualan SMCB selama Oktober merosot 28% (yoy) menjadi 675.554 ton di pasar domestik. Lalu penjualan secara kumulatif dalam 10 bulan di tahun ini turun 10,6% (yoy) menjadi 6,2 juta ton. Namun, penjualan PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) terlihat lebih baik dibandingkan pesaingnya. SMBR membukukan penjualan 177.079 ton pada Oktober. Angka ini naik 4,8% (yoy). Penjualan SMBR sejak Januari hingga Oktober tahun ini juga masih meningkat 3,6% (yoy) menjadi 1,3 juta ton. Meski tahun ini industri semen tumbuh melambat, Hans menilai tahun depan industri semen akan terdorong oleh pemulihan industri properti nasional. "Properti bisa menggeliat di tahun depan diiringi prospek turunnya suku bunga," imbuh dia. Menurut Hans, emiten semen yang sudah memimpin pangsa pasar seperti SMGR dan INTP berpeluang tumbuh lebih baik pada tahun depan. Manajemen SMGR memprediksikan penjualan semen pada tahun depan hanya tumbuh 4% daripada tahun ini.
Namun pertumbuhan itu lebih baik dibandingkan proyeksi tahun ini yang hanya tumbuh 1,5% daripada tahun lalu. Hans juga masih optimistis pemerintah bakal berupaya mempercepat penyerapan belanja infrastruktur. Dia masih memberikan rekomendasi
buy untuk SMGR dan INTP dengan target harga tahun ini Rp 9.000 dan Rp 16.000 per saham. Sementara di tahun depan, target harga SMGR senilai Rp 11.400 per saham dan INTP Rp 18.800 per saham. Namun, Mimi justru menilai masih belum ada katalis positif untuk sektor semen, sehingga ia merekomendasikan underweight terhadap sektor ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie