KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri semen tahun depan diprediksi tidak jauh berbeda dengan tahun ini. Kondisi pasar dengan kelebihan penawaran (
over supply), masih menjadi momok yang menghantui pemain di sektor kimia dasar ini. Meski demikian, beberapa emiten diprediksi masih bisa mencatatkan kinerja yang lebih baik pada tahun mendatang. Saat ini, pasar masih
over supply. Namun, manajemen emiten semen masih optimistis mengejar peningkatan penjualan tahun depan. Setidaknya, volume penjualan tahun depan bertumbuh seiring dengan pertumbuhan volume permintaan pasar semen nasional. Targetnya untuk mempertahankan market share yang telah mereka miliki. PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) misalnya, memproyeksikan pertumbuhan konsumsi semen secara nasional tahun depan mencapai 5%-7%. Saat ini, kapasitas terpasang produksi nasional mencapai 106 juta ton. Sedangkan, kapasitas produksi semen nasional mencapai 90 juta ton per tahun. Padahal, permintaan semen pada 2017 saja, sekitar 66 juta - 67 juta ton per tahun.
Ketimpangan antara kemampuan produksi dengan permintaan ini, diprediksi masih akan terjadi pada tahun depan. Melihat hal tersebut, SMGR juga memprediksi pertumbuhan volume penjualan SMGR tidak jauh berbeda dengan kondisi industri nasional. "Ya kita akan tumbuh sama, supaya market share kita terjaga," kata Agung Wiharto Sekretaris Perusahaan SMGR, kepada Kontan.co.id, Senin (4/12). Sebelumnya, PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP) membidik pertumbuhan volume penjualan tahun 2018 sebesar 5%-6%. Padahal, pertumbuhan volume penjualan sampai tutup tahun ini, diprediksi tumbuh 6%-7%. INTP melihat masih ada peluang besar dari permintaan sektor infrastruktur. "Karena ada infrastuktur yang cukup besar. Kami melihat ada potensi," Christian Kartawijaya, Direktur Utama INTP belum lama ini. Sadar bahwa tahun depan masih penuh tantangan, emiten juga mengetatkan efisiensi. Belum lagi biaya energi, seperti batubara dan transportasi meningkat. Batubara misalnya, digunakan sebagai sumber energi dalam pemrosesan produksi semen. Saat ini, harganya tinggi, sehingga membuat ongkos produksi juga tinggi. SMGR misalnya, sampai periode sembilan bulan pertama mencatatkan kenaikan beban pokok pendapatan sebesar 26,02% menjadi Rp 14,5 triliun. "Karena ada kenaikan cost batubara, listrik dan transportasi. Kami akan drive yang besar-besar itu," kata Agung. Bertoni Rio, Senior Analyst Research Division Anugerah Sekuritas Indonesia menyatakan penjualan semen sepanjang tahun ini banyak ditopang dengan permintaan dari pembangunan infrastruktur maupun pembangunan daerah yang dilakukan oleh pemerintah pusat atau daerah. Sedangkan permintaan semen ritel seperti pembangunan rumah tanggal, hanya tumbuh stagnan sedangkan sektor pembangunan properti yang dilakukan pengembang development tahun ini cenderung menahan pembangunan. "Hal tersebut diperkirakan tahun depan akan masih sama dengan tahun ini," kata Bertoni kepada KONTAN, Kamis (7/12). Lebih lanjut, dia menyatakan
over supply diperkirakan masih berlanjut pada tahun depan. Seiring permintaan yang belum meningkat dikarenakan pengembang properti tidak agresif untuk melakukan pembangunan. Sedangkan permintaan ritel untuk tahun depan masih stagnan atau sama dengan tahun ini. "Volume penjualan semen tahun depan stagnan, namun beban operasional tahun depan potensi meningkat. Dimulai dari batubara yang diperkirakan akan mengalami kenaikan, biaya transportasi potensi naik seiring peningkatan inflasi yang diikuti dengan beban karyawan," lanjutnya. Rio menambahkan, dari kinerja beberapa emiten semen, SMBR masih mencatatkan defisit laba bersih pada kuartal III-2017. Berbeda dengan saham SMGR, INTP dan SMBR yang catatkan laba bersih positif. Pada kuartal III-2017, SMGR menunjukkan kinerja pendapatan tumbuh tipis sebesar 7,7%, namun laba bersih masih catatkan penurunan 50%. "Saya memilih SMGR untuk tahun depan, diproyeksikan pertumbuhan laba bersih naik atau lebih baik dari tahun 2017," kata Rio.
Dia pun memprediksi, pendapatan SMGR pada 2018 bisa tumbuh 8% menjadi Rp 28,32 triliun dan laba bersih naik 5% menjadi Rp 2,04 triliun. Bila ditinjau dari
price earning ratio (PER), saat ini PE IHSG sebesar 22x. Sedangkan PE semen yang murah hanya SMGR sebesar 28,34x. Sedangkan SMBR sebesar 169,89X INTP sebesar 37x dan SMCB sebesar -7,09x. Saat ini SMGR lebih murah dibandingkan SMBR, INTP dan SMCB. "Rekomendasi
hold semua emiten semen, dengan target harga SMGR 11.000, SMBR 3.500, INTP 21.800, dan SMCB 880," kata Rio. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini