KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri semen diproyeksikan akan membukukan kinerja positif pada tahun ini. Hal tersebut lantaran rasio kapasitas produksi dan permintaan akan semakin meningkat. Analis Bahana Sekuritas Adrianus Bias mengatakan, permintaan semen sepanjang tahun ini akan tumbuh sekitar 4% hingga 5% dibanding tahun lalu. “Namun yang menyebabkan kinerja sektor semen akan lebih baik sepanjang 2019 adalah kapasitas produksi yang sebesar 110 juta ton. Angka itu lebih baik dari tahun lalu”, kata Adrianus dalam rilis yang diterima Kontan.co.id, Selasa (9/4). Asal tahu saja, sudah cukup lama sektor industri semen tak mengalami masa gemilang. Pada 2012 silam, rasio permintaan dan kapasitas hampir mencapai keseimbangan. “Pada tahun itu jumlah permintaan sebesar 48 juta ton dengan kapasitas industri sebesar 50 juta ton,” jelas Adrianus.
Adrianus menilai, tahun ini akan menjadi tahun pertama bagi sektor semen untuk membukukan kinerja positif. Selain rasio permintaan dan kapasitas produksi, potensi positifnya kinerja industri semen dibarengi dengan nilai tukar rupiah terhadap US$ dollar yang stabil serta turunnya harga batubara. “Komoditas batu bara menjadi beban biaya industri semen dengan persentase sekitar 60% - 70%,” kata Adrianus. Hasil analisa itu mendapat berbagai tanggapan dari para pelaku industri semen, terutama perusahaan semen yang melantai di bursa. Direktur Legal, Human Capital, and Corporate Affairs PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (
SMCB) Agung Wihartono sendiri bilang perusahaannya masih berpotensi mengalami tekanan selama semester I tahun ini. Momentum pemilihan umum hingga bulan Ramadan disebut-sebut menjadi katalis negatif industri semen pada semester I ini. “Karena saat momen itu tidak akan banyak proyek-proyek yang berjalan efektif,” jelas Agung. Melihat jalan industri semen yang masih terjal, Agung sendiri tidak muluk-muluk menargetkan angka pertumbuhan pendapatan perusahaannya. Ia bilang perusahaan yang terkenal dengan produk Semen Holcim itu hanya menargetkan pertumbuhan pendapatan sebesar 2% hingga 3% dari tahun lalu yang berada di kisaran Rp 10,3 triliun. Produksi semen
SMCB sendiri tahun lalu mencapai 11 juta ton. Sebagai informasi, tahun 2018 sendiri SMCB masih mengalami kerugian hingga Rp 827 miliar. Jumlah itu meningkat 9% dari kerugian tahun sebelumnya yang berada di kisaran Rp 758 miliar. “Harapannya tahun ini tetap menjaga agar margin kerugian tidak melebar,” jelasnya ketika dihubungi Kontan.co.id. Langkah konkrit yang akan diambil untuk itu adalah dengan melakukan efisiensi operasional perusahaan hingga melakukan sinergi dengan induk perusahaan PT Semen Indonesia Tbk (
SMGR, anggota indeks
Kompas100 ini) untuk urusan
procurement bahan baku, supply chains, dan logistik. Sedangkan emiten industri semen lainnya yaitu PT Semen Baturaja Tbk mengharapkan pertumbuhan pasar sebesar 20% pada tahun ini. Kata Direktur Keuangan PT Semen Baturaja Dede Parasede, tahun lalu sendiri
SMBR mencapai penjualan sebesar 2,18 juta ton dengan valuasi pendapatan sebesar Rp 1,9 triliun. Dengan angka tersebut, mereka menargetkan dapat mencapai angka produksi sebesar 2,75 juta ton pada tahun ini. Meski begitu diakui oleh Dede, pada kuartal I tahun ini realisasi SMBR masih melandai. “Realisasi produksi kami selama kuartal I tahun ini sebesar 470 ribu ton dan masih akan melonjak di semester kedua nanti,” terang Dede.
Senada dengan Agung, Dede juga menilai proyeksi industri semen di semester I tahun ini terganjal beberapa agenda seperti pemilihan umum dan hari raya lebaran. “Dari tahun ke tahun momentum lebaran dan ramadan berpotensi melesukan industri semen,” ujarnya. Bila ditinjau dari jumlah laba, terjadi penurunan laba SMBR sebesar 48%. Berdasarkan laporan keuangannya tahun 2018 lalu SMBR hanya mencatat laba sebesar Rp 76 miliar setelah sebelumnya meraup laba sebesar Rp 146 miliar. Sekadar catatan, pasar SMBR sendiri lebih kuat di wilayah Sumatera bagian selatan meliputi Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jambi dan Bangka Belitung. Total pasar SMBR di wilayah itu sendiri mencapai 56% pada tahun 2018 dari total potensi pasar sebesar 6,9 juta ton. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto