Emiten yang untung & buntung dari koreksi minyak



JAKARTA. Harga minyak mentah di pasar global bergerak melemah. Sejak awal tahun hingga kemarin (ytd), harga minyak WTI untuk kontrak pengiriman Agustus di New York Merchantile Exchange sudah menyusut 19% menjadi US$ 45,86 per barel.

Tren koreksi harga minyak turut membayangi kinerja emiten berbasis komoditas di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Salah satu emiten yang terimbas pergerakan harga minyak adalah PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC). Selama sepekan terakhir, harga saham emiten ini menyusut 1,31%. Namun, sejak awal tahun, harga MEDC sudah menanjak 71,21% (ytd).


Kepala Riset Paramitra Alfa Sekuritas Kevin Juido menyarankan investor menjauhi dulu saham MEDC dan PT Elnusa Tbk (ELSA). "Sebaiknya wait and see di bulan ini," ungkap dia kepada KONTAN, Kamis (6/7).

Namun, Kevin melihat prospek MEDC lebih menarik dibandingkan emiten sejenis. Pasalnya, MEDC telah mendiversifikasi bisnisnya, yakni ke pertambangan emas dan tembaga, setelah mengakuisisi PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT).

Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Andy Wibowo Gunawan menilai, kenaikan harga minyak tahun ini sulit diprediksi. Ada kecenderungan harga sulit menyentuh US$ 60 per barel. "Saya perkirakan level minimum harga minyak US$ 40 per barel," kata dia.

Selain MEDC, ada emiten yang terkena imbas koreksi harga minyak. Misalnya perusahaan pelayaran seperti PT Soechi Lines Tbk (SOCI) dan PT Wintermar Offshore Marine Tbk (WINS), maupun perusahaan penunjang migas seperti ELSA. "Seberapa besar efeknya terhadap emiten pelayaran, ini tergantung seberapa lama harga minyak menurun," ujar Andy.

Kevin belum melihat sinyal OPEC akan menurunkan produksi minyak. Beberapa negara anggota OPEC masih enggan mengurangi produksi minyak karena akan mengurangi penjualan ekspornya.

Penurunan harga minyak tak selalu negatif. Penurunan harga minyak juga membawa berkah bagi sejumlah emiten. Misalnya PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) yang memiliki biaya transportasi besar, maupun PT Blue Bird Tbk (BIRD).

Meski mendapatkan sentimen positif dari penyusutan harga minyak, Kevin tidak merekomendasikan investor masuk sektor tersebut. Investor perlu mempertimbangkan faktor fundamental emiten. "GIAA misalnya, laporan keuangannya masih jelek," ungkap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie