KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla segera berakhir. Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai, akhir periode pemerintahan kali ini ditutup dengan situasi ekonomi yang menantang. Sebab, sedang terjadi perlambatan ekonomi secara global yang berimbas pula pada kondisi ekonomi di dalam negeri. Kendati begitu, Darmin mengatakan, capaian yang ditorehkan pemerintah di bidang perekonomian selama periode ini sudah baik. Menurut dia, setidaknya ada empat indikator makroekonomi yang menjadi prestasi selama lima tahun ini.
Baca Juga: Harapan Kadin terhadap menteri ekonomi di kabinet kerja jilid 2 Pertama, pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu terjaga stabil di atas 5%. Di tengah gejolak perekonomian dan perlambatan pertumbuhan ekonomi global selama dua tahun terakhir, angka pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 5% terbilang bagus. “Kita lihat China yang pertumbuhannya sudah tinggal 6% sekarang. Singapura juga mungkin tidak tumbuh atau bahkan tumbuh negatif karena porsi ekspor impor sangat besar dalam perekonomian. Pertumbuhan Indonesia penurunannya paling sedikit dibandingkan berbagai negara,” tutur Darmin. Kedua, Darmin juga mengingatkan prestasi pemerintah dalam menjaga stabilitas harga barang-barang selama lima tahun terakhir. Itu mengapa, tingkat inflasi selalu dapat bergerak dalam rentang yang ditargetkan pemerintah maupun Bank Indonesia (BI).
Baca Juga: Lima tahun jadi Menkeu, Sri Mulyani berpesan laju ekonomi Indonesia harus terjaga Bahkan Darmin mengatakan, rata-rata inflasi dalam lima tahun terakhir hanya bergerak di level 3,2%-3,3%. “Belum pernah republik kita menikmati stabilitas seperti itu dalam waktu 5 tahun berturut-turut. Dulu zaman Orba, inflasi kita selalu double-digit,” pungkasnya. Ketiga, dengan level pertumbuhan ekonomi yang ada, pemerintah mampu membawa angka kemiskinan turun ke level terendahnya sepanjang sejarah. Data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2019 mencatat, tingkat kemiskinan berada pada level single-digit yaitu 9,41% dengan jumlah orang miskin turun menjadi 25,14 juta jiwa.
Baca Juga: Kabinet Kerja jilid 2, ini harapan Asosiasi Kimia Dasar Anorganik Indonesia (Akida) Pada Maret 2015, tingkat kemiskinan masih ada di level 11,22% dengan jumlah orang miskin sebanyak 25,89 juta jiwa. Terakhir, Darmin mengatakan pemerintah juga mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Ini terlihat dari angka rasio gini yang juga makin mengecil yaitu pada level 0,382 pada Maret 2019. “Di China, meskipun pertumbuhannya tinggi tapi rasio gininya juga sangat tinggi,” kata dia. Namun, Darmin juga tak mau menutup mata dari beberapa kelemahan pemerintah dalam perekonomian selama periode 2014-2019 ini. Salah satunya yang utama ialah masalah defisit neraca perdagangan yang berujung pada defisit neraca transaksi berjalan atau
current account deficit (CAD).
Baca Juga: Euforia Pelantikan Presiden Bikin Kurs Rupiah Hari Ini Menguat Tipis Darmin menilai, pemerintah selanjutnya harus mampu memperbaiki kinerja dan strategi ekspor. Hal ini agar peran pertumbuhan net ekspor terhadap PDB semakin besar ke depan. “Kalau kita tidak bisa memperbesar peran ekspor, kita bisa tertinggal dengan negara-negara yang aktivitas ekspor impornya besar saat ekonomi dunia sudah kembali pulih dan
full-speed lagi,” tutur Darmin.
Kecilnya perang perdagangan internasional dalam struktur PDB Indonesia saat ini memang menjadi berkah tersembunyi di saat perdagangan dunia mengalami tekanan dan menghantam negara-negara eksportir.
Baca Juga: Hipmi berharap menteri kabinet kerja jilid 2 bisa terjemahkan gagasan besar Jokowi Namun sebaliknya, saat perdagangan dunia pulih, Indonesia hanya akan menjadi penonton dan tak mampu menikmati manfaatnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto