Empat faktor membayangi pelemahan rupiah



JAKARTA. Selama beberapa minggu terakhir, nilai rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) mulai bangkit lagi. Rupiah sudah berada di kisaran Rp 12.800 - Rp 12.950 per dollar AS setelah sempat menembus level Rp 13.000 per dolar AS.

Penguatan nilai tukar rupiah ini merespon angin segar dari hasil rapat FOMC yang diselenggarakan tanggal 17-18 Maret lalu. Dalam rapat tersebut, Bank Central AS (The Fed) menyatakan masih akan memantau perkembangan data-data pada kuartal II tahun ini dan tidak akan terburu-buru menaikkan tingkat suku bunga acuan di pertengahan tahun.

Sinyal penundaan ini serta masih data tenaga kerja AS yang lebih rendah dari perkiraan memicu pelemahan nilai tukar dollar terhadap mata uang Asia termasuk Indonesia.


Meski demikian, Josua Pardede, Chief Economist Global Market Permata Bank memperkirakan rupiah masih berpotensi melemah hingga di atas Rp 13.000 per dolar AS pada bulan Juni mendatang. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS ini disebabkan oleh beberapa hal.

Pertama, pada bulan Juni nanti, The Fed akan memberikan kepastian mengenai kenaikan suku bunga acuan dalam rapat FOMC. Kedua, rapat FOMC juga akan membahas perpanjangan utang Yunani yang berpotensi mempengaruhi pergerakan dollar AS.

Ketiga, permintaan akan dollar akan meningkat seiring dengan adanya repatriasi dividen. Lalu keempat, pembayaran utang oleh korporasi swasta juga akan meningkatkan permintaan akan dollar AS. "Untuk itu, kami memperkirakan rupiah akan stabil di level Rp 13.000 per dollar AS pada akhir tahun ini," ungkap Josua, Rabu (22/4) kemarin.

Josua mengatakan, berita baik dari global selalu menjadi sentimen negatif untuk rupiah. Namun, hal tersebut tidak berlaku kebalikan. Artinya, tidak setiap berita buruk dari global menjadi sentimen positif bagi mata uang garuda. Pasalnya, kondisi fundamental di Indonesia sendiri belum membaik.

Oleh karena itu, Bank Indonesia terus menggalakkan kewajiban untuk menggunakan rupiah serta melakukan lindung nilai alias hedging kepada korporasi, baik swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto