JAKARTA. Di hari pertama perdagangan Bursa efek Indonesia pasca Lebaran hari ini (6/10), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah sama-sama anjlok ke level terendahnya sepanjang tahun ini.IHSG terjun bebas ke level 1.648 atau anjlok 183,77 poin alias 10,03% dari penutupan hari Senin (29/9). Angka ini merupakan penurunan terbesar dibandingkan semua bursa saham global maupun regional. Kondisi ini diperburuk lagi dengan anjloknya nilai rupiah ke level Rp 9.575 atau turun 0,1% dari penutupan hari terakhir perdagangan minggu lalu.Meski tidak seburuk kondisi JCI, kondisi bursa saham regional dan global juga tertekan cukup hebat. Indeks Dow Jones saja, pada hari ini juga anjlok 157,47 poin atau turun 1,5% menjadi 10325,38. Bursa Hang Seng tergerus 878,64 poin atau 4,97% menjadi 16803,76. Sementara Nikkei anjlok 465,05 poin atau 4,25% menjadi 10473,09. Sedangkan Kospi turun 4,29% dan bertengger di level 1358,75.
Para analis menilai, anjloknya IHSG lebih disebabkan adanya akumulasi dari koreksi bursa selama libur panjang."Kalau diakumulasi, kondisi bursa regional total selama kita libur juga terkoreksi sekitar 7 sampai 10%," kata pengamat pasar modal Panin Sekuritas Arief Sagita. Karena itu, adalah hal yang wajar jika pada saat perdagangan kembali dibuka, IHSG langsung terkoreksi dengan akumulasi minus libur selama empat hari. Selain itu, jatuhnya harga minyak hingga menembus level terendah sepanjang tahun ini juga ikut membuat bursa kita semakin merah. "Perlambatan ekonomi AS membuat permintaan terhadap minyak turun sehingga harganya pun ikut tertekan," kata Analis BumiPutera Capital Ridwan Novayanto. Selanjutnya, perdagangan di lantai bursa juga diwarnai aksi panik investor yang melakukan jual untuk mengurangi kerugian. Selain itu, investor asing juga banyak yang keluar dari pasar dan menukar dolarnya. Alhasil, nilai dolar pun semakin menguat. Ekonom BNI Tony Prasentiantono menilai reaksi yang berlebihan dari para pelaku pasar di awal perdagangan membuat rupiah anjlok. Selain itu, adanya kesulitan likuiditas masih mewarnai pelemahan Rupiah. "Bank Indonesia (BI) jadi kesulitan menjaga rupiah tetap stabil karena sentimen global yang sangat besar," kata Tony. Akibatnya, rupiah menembus level Rp 9.575. Tony menilai BI punya peran penting untuk mengendalikan rupiah dengan menaikkan suku bunga nantinya hingga 25 basis poin. Sementara Analis Valbury Asia Futures Nico Omer Jockenhere menilai, rupiah malah bisa melemah hingga Rp 9.650. Pelaku pasar khawatir turunnya harga minyak akan membuat impor cukup tinggi sehingga defisit perdagangan akan meningkat dan inflasi akan lebih tinggi lagi nantinya. Selain itu, mata uang Eropa dan regional umumnya juga ikut melemah. "Belum ditemukannya solusi dari masalah resesi Eropa membuat euro ikut melemah," kata Nico. Hal itu, dibenarkan analis Tehnikal Overseas Securities, Tasrul. Tasrul mengatakan, gabungan antara adanya sentimen negatif dari pasar AS dan Eropa, jatuhnya harga komoditas, serta resiko sistematis dari resesi AS membuat IHSG semakin tertekan. Bahkan, besok, indeks masih bisa turun hingga 1.592. "Keputusan AS menurunkan atau mempertahankan tingkat suku bunganya akan ikut berpengaruh pada kondisi perekonomian regional dan bursa kita" kata Tasrul. Komoditas Ikut Anjlok ke Level Terendah Selain rupiah, harga komoditas hari ini juga ikut jatuh ke level paling rendah sepanjang tahun. Harga minyak bahkan sempat menembus US$ 88 per barel, meski kemudian ditutup di level US$ 90,40 per barel. Sementara minyak kelapa sawit atau CPO anjlok dan bertengger di level US$ 533,33 per ton. "Anjloknya harga komoditas otomatis membuat indeks kita tambah tertekan," kata Ridwan.