Empat LSM Gugat SBY Dan DPR



JAKARTA. Untuk kesekian kalinya, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kembali mendapat gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Setidaknya, terdapat empat LSM yang mengajukan gugatan terhadap orang nomor satu di Indonesia itu. Tidak hanya SBY, gabungan LSM tersebut juga menggugat anggota DPR dengan alasan menyetujui pembebasan perdagangan rokok.  LSM tersebut antara lain: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA), Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3) dan Koalisi untuk Indonesia Sehat (KuIS). Pada Kamis (19/6) pagi tadi, mereka mengajukan gugatan melalui 12 orang advokat yang tergabung dalam Tim Advokasi Hukum Jaringan Pengendalian Masalah Tembakau Indonesia. Gugatan tersebut teregistrasi dengan nomor 204/PRT.G/2008/PN-Jakarta Pusat. Dalam gugatannya, mereka menuntut SBY untuk segera menandatangani kesepakatan dalam Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Selain itu, juga melakukan aksesi FCTC untuk membuat kebijakan pengendalian tembakau. Sedangkan gugatan yang ditujukan kepada DPR, pihak LSM mendesak agar lembaga perwakilan rakyat itu segera membahas undang-undang tentang pengendalian dampak tembakau. “Dua hal itu harus selesai dilaksanakan dalam waktu maksimal enam bulan setelah putusan ini,” terang Tubagus Haryo Karbyanto, salah satu anggota advokat.  Tulus Abadi, anggota YLKI menjelaskan, kesepakatan FCTC telah memuat kerangka kerja tentang pengendalian tembakau. Seluruh negara di Asia Tenggara sudah menandatangani kesepakatan tersebut, kecuali Indonesia.  Dalam kesepakatan FCTC, ditegaskan bahwa setiap negara harus membuat aturan untuk pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau. Lantas, aturan kewajiban pencantuman peringatan kesehatan yang besar dan berhambar pada semua produk rokok. “Negara juga harus membuat undang-undang tentang udara bebas asap rokok yang wajib ada di semua tempat kerja dan ruang publik,” kata Tulus. Selain itu, pemerintah juga harus mendanai dan melakukan program-program pencegahan dan penghentian kegiatan merokok. Yang tak kalah penting, pemerintah juga harus meningkatkan harga produk tembakau dengan meningkatkan cukai tembakau secara signifikan. “BBM naik, tapi harga rokok malah tidak naik sama sekali,” kata Tulus.  Dia menambahkan, harga rokok yang murah menyebabkan rokok mudah dibeli oleh rakyat miskin dan kalangan anak-anak. Bahkan, rokok sudah menjadi kebutuhan kedua setelah beras bagi rakyat ekonomi miskin. “Tahun 2005, pengeluaran masyarakat untuk rokok mencapai Rp 127 triliun. Sedang sumbangsih rokok bagi negara hanya Rp 32 triliun saja,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Test Test