JAKARTA. Kepastian pemenang pemilu presiden memang masih menunggu pengumuman Komisi Pemilihan Umum (KPU) 22 Juli 2014. Namun, siapa pun presidennya nanti, ia wajib bergerak cepat menuntaskan prioritas setidaknya di empat sektor: energi, pangan, infrastruktur dan antisipasi pemberlakuan pasar bebas ASEAN atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Empat sektor ini telah menjadi problem serius Indonesia dan memiliki efek berantai pada ekonomi. Sektor pangan contohnya. Selain harus dapat mengendalikan inflasi, kebijakan yang tepat di sektor pangan dapat menekan harga, menjamin pangan, serta menyokong penghasilan para petani. "Dorong swasembada beras, gula, dan jagung," tandas Sofjan Wanandi, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia, Kamis (10/7).Tanpa swasembada, impor pangan akan makin besar seiring meningkatnya kebutuhan pangan, plus kian membebani neraca dagang. "Jangka panjang, pembukaan lahan pertanian itu mutlak. Jangka pendek, pastikan impor berlangsung secara tepat," terang Lana Soelistyaningsih, Ekonom Samuel Asset Manajemen.Bersamaan dengan itu, pembangunan infrastruktur seperti irigasi, jalan raya, pelabuhan, hingga fasilitas kelistrikan, dan air bersih harus dipercepat dan diperbanyak. Pembangunan pelabuhan dan jalan raya, misalnya, berandil memperlancar arus barang, sehingga biaya distribusi makin murah. Lalu, program infrastruktur listrik 10.000 megawatt (MW) harus terus berjalan dan ditingkatkan.Memang butuh biaya untuk mendukung program pangan dan infrastruktur. Agar tak berutang lagi, keberanian merombak beleid subsidi energi yang Rp 450 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2014 bisa ditempuh.Pilihan paling rasional adalah menaikkan harga BBM bersubsidi. Dengan catatan, pemerintah telah menyiapkan cara agar daya beli masyarakat tak terganggu dan kemiskinan tak melonjak. Dana subsidi BBM itu dipakai untuk pembangunan infrastruktur. Direktur Institute Development Economic and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati, menyarankan, presiden baru menyusun kebijakan yang mendorong pemerintah daerah ikut bertanggung jawab membangun infrastruktur. Caranya, mewajibkan penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk infrastruktur. Pemerintah juga memperbanyak insentif bagi swasta agar tertarik menggarap infrastruktur. Saat ini, swasta andil dalam pembangunan infrastruktur melalui skema Public Private Partnership. Tapi, swasta hanya melirik proyek bernilai ekonomi tinggi. Di luar BBM, pemerintah harus mempercepat konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG), terutama untuk transportasi publik dan pribadi. Termasuk di dalamnya adalah mempercepat pembangunan infrastruktur dan jaringan gas. "Mobil baru harus pakai BBG," kata Juniman, Ekonom BII. Maklum, harga gas lebih murah, lebih ramah lingkungan dan Indonesia memiliki sumber gas yang berlimpah.Pemanfaatan energi nabati, biodiesel maupun bioetanol, juga harus lebih serius. Misalnya memacu kilang biodiesel bagi pengusaha kebun sawit, serta memastikan pasarnya. Toh, Indonesia adalah sumber utama sawit dunia.Tentang MEA, presiden baru sudah tak punya banyak waktu karena berlaku tahun 2015. Jadi, presiden baru harus realistis, termasuk berani membatalkan atau menunda kesepakatan itu. MEA bisa batal jika negara yang setuju tak lebih dari dua negara. "Sejauh ini, yang pasti menyetujui MEA hanya Singapura dan Malaysia," tutur Lana.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Empat pekerjaan besar menanti presiden baru
JAKARTA. Kepastian pemenang pemilu presiden memang masih menunggu pengumuman Komisi Pemilihan Umum (KPU) 22 Juli 2014. Namun, siapa pun presidennya nanti, ia wajib bergerak cepat menuntaskan prioritas setidaknya di empat sektor: energi, pangan, infrastruktur dan antisipasi pemberlakuan pasar bebas ASEAN atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Empat sektor ini telah menjadi problem serius Indonesia dan memiliki efek berantai pada ekonomi. Sektor pangan contohnya. Selain harus dapat mengendalikan inflasi, kebijakan yang tepat di sektor pangan dapat menekan harga, menjamin pangan, serta menyokong penghasilan para petani. "Dorong swasembada beras, gula, dan jagung," tandas Sofjan Wanandi, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia, Kamis (10/7).Tanpa swasembada, impor pangan akan makin besar seiring meningkatnya kebutuhan pangan, plus kian membebani neraca dagang. "Jangka panjang, pembukaan lahan pertanian itu mutlak. Jangka pendek, pastikan impor berlangsung secara tepat," terang Lana Soelistyaningsih, Ekonom Samuel Asset Manajemen.Bersamaan dengan itu, pembangunan infrastruktur seperti irigasi, jalan raya, pelabuhan, hingga fasilitas kelistrikan, dan air bersih harus dipercepat dan diperbanyak. Pembangunan pelabuhan dan jalan raya, misalnya, berandil memperlancar arus barang, sehingga biaya distribusi makin murah. Lalu, program infrastruktur listrik 10.000 megawatt (MW) harus terus berjalan dan ditingkatkan.Memang butuh biaya untuk mendukung program pangan dan infrastruktur. Agar tak berutang lagi, keberanian merombak beleid subsidi energi yang Rp 450 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2014 bisa ditempuh.Pilihan paling rasional adalah menaikkan harga BBM bersubsidi. Dengan catatan, pemerintah telah menyiapkan cara agar daya beli masyarakat tak terganggu dan kemiskinan tak melonjak. Dana subsidi BBM itu dipakai untuk pembangunan infrastruktur. Direktur Institute Development Economic and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati, menyarankan, presiden baru menyusun kebijakan yang mendorong pemerintah daerah ikut bertanggung jawab membangun infrastruktur. Caranya, mewajibkan penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk infrastruktur. Pemerintah juga memperbanyak insentif bagi swasta agar tertarik menggarap infrastruktur. Saat ini, swasta andil dalam pembangunan infrastruktur melalui skema Public Private Partnership. Tapi, swasta hanya melirik proyek bernilai ekonomi tinggi. Di luar BBM, pemerintah harus mempercepat konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG), terutama untuk transportasi publik dan pribadi. Termasuk di dalamnya adalah mempercepat pembangunan infrastruktur dan jaringan gas. "Mobil baru harus pakai BBG," kata Juniman, Ekonom BII. Maklum, harga gas lebih murah, lebih ramah lingkungan dan Indonesia memiliki sumber gas yang berlimpah.Pemanfaatan energi nabati, biodiesel maupun bioetanol, juga harus lebih serius. Misalnya memacu kilang biodiesel bagi pengusaha kebun sawit, serta memastikan pasarnya. Toh, Indonesia adalah sumber utama sawit dunia.Tentang MEA, presiden baru sudah tak punya banyak waktu karena berlaku tahun 2015. Jadi, presiden baru harus realistis, termasuk berani membatalkan atau menunda kesepakatan itu. MEA bisa batal jika negara yang setuju tak lebih dari dua negara. "Sejauh ini, yang pasti menyetujui MEA hanya Singapura dan Malaysia," tutur Lana.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News