Empat Perusahaan Ini Menggelar IPO, Mana yang Menarik Bagi Investor?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hajatan penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) masih semarak. Mengutip laman e-IPO, per Rabu (12/1) masih ada empat calon emiten yang sedang dalam tahap melepas sahamnya ke publik.

Keempat perusahaan tersebut yakni PT Mitra Angkasa Sejahtera Tbk (BAUT), PT Autopedia Sukses Lestari Tbk (ASLC), PT Net Visi Media Tbk (NETV), dan PT Champ Resto Indonesia Tbk (ENAK).

BAUT merupakan perusahaan yang bergerak sebagai distributor mur dan baut. Dalam IPO, BAUT melepas 1,45 miliar saham, dengan rentang harga book building Rp 100 - Rp 110. Dus, BAUT memperoleh dana segar maksimal Rp 159,50 miliar.

ASLC bergerak di bidang otomotif, mulai dari lelang mobil dan motor, jual beli mobil online, dan penyedia data harga mobil dan motor, yang menangkap peluang dari prospek bisnis kendaraan bekas. ASCL merupakan bagian dari Grup PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA).

NETV merupakan perusahaan yang bergerak di sektor media,khususnya di industri penyiaran televisi. NETV melepas sebanyak-banyaknya 765,30 juta saham baru, dengan harga penawaran di rentang Rp190 sampai Rp 196. Jumlah seluruh nilai penawaran umum maksimal Rp 149,99 miliar.

Baca Juga: Berencana IPO, Champ Resto Tawarkan 666,66 Juta Saham Baru

Sementara ENAK akan melepas sebanyak-banyaknya 666.66 juta saham. Rinciannya, sebanyak 222,22 juta merupakan saham baru, dan sebanyak 444,44 merupakan saham biasa atas nama Barokah Melayu Foods Pte. Ltd, sebagai pemegang saham penjual atau saham divestasi. Saham yang ditawarkan kepada masyarakat dibanderol dengan rentang Rp 800 sampai dengan Rp 950.

Dus, dari aksi korporasi ini, Champ Resto mengumpulkan dana segar sebanyak maksimal Rp 422,22 miliar.

Daniel Agustinus, Certified Elliott Wave Analyst – Master PT Kanaka Hita Solvera mengatakan, calon emiten ini semuanya masuk ke sektor consumer cyclical. Untuk sektor ini, katalis penting datang dari pengendalian Covid-19 varian omicron. Apabila omicron berhasil terkendali, maka akan berdampak positif pada kinerja sektor consumer cyclical.  

Dari keempat calon emiten tersebut, Daniel lebih memilih ASCL sebagai emiten yang berpotensi tumbuh. Hal ini dilihat dari profitabilitasnya yang meyakinkan dan tujuan dana IPO yang digunakan untuk mendukung kegiatan operasional perusahaan.

“Selain itu, rencana perpanjangan pajak penjualan atas barang mewah (PPNBM) hingga bulan Juni 2022 juga menjadi katalis positif bagi ASCL,” terang Daniel kepada Kontan.co.id, Rabu (12/1).

Sementara itu, Analis Henan Putihrai Sekuritas Steven Gunawan menilai, aksi IPO yang dilakukan oleh NETV dinilai kurang atraktif. Pertama, saham yang dilepas oleh NETV cukup minim sehingga sulit didapatkan investor. Kedua, sebagian besar dana IPO digunakan NETV untuk membayar utang.

“Karena kalau membayar utang dengan pinjam dana dari perbankan, cost-nya lebih tinggi daripada menghimpun dana dari pasar modal,” terang Steven kepada Kontan.co.id, Rabu (12/1).

Mengutip prospektus, sekitar 53,0% dari hasil IPO akan digunakan NETV sebagai bentuk setoran modal dalam PT Net Mediatama Televisi, anak perusahaan NETV. Dana ini akan digunakan untuk melakukan pembayaran sebagian pokok pinjaman kepada PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) dan PT Bank Artha Graha Internasional Tbk (INPC).

Dibanding NETV, Steven lebih menyarankan investor mencermati emiten media yang menjadi market leader, seperti PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) dan PT Surya Citra Media Tbk (SCMA). “Karena pendapatan iklan juga larinya ke market leader,” sambung Steven.

Media digital juga cukup prospektif di tangan MNCN dan SCMA. Steven merekomendasikan beli saham MNCN dan SCMA dengan target harga masing-masing Rp 1.400 dan Rp 480.

Baca Juga: Masih Ada 76 Bank yang Harus Kejar Pemenuhan Modal Minimal Rp 3 Triliun

Sementara itu, Daniel tidak menyarankan kepada investor untuk memborong banyak saham yang baru IPO tanpa mengtahui fundamental dari perusahaan tersebut. Karena, saham IPO terkenal dengan sifat high risk high return. 

“Kami menyarankan maksimal porsi pembelian saham IPO hanya 10%-15% dari total portofolio investor, agar manajemen resiko di portofolio investor masih terjaga,” kata Daniel.

Dus, saham-saham pendatang baru memang lebih cocok untuk spekulasi jangka pendek. Karena sepengamatan Daniel, saham-saham pendatang baru atau saham IPO ini akan sangat fluktuatif di tahun pertama dan kedua setelah listing di bursa. 

“Kami juga mengamati bahwa memasuki tahun ketiga dan keempat listing di bursa, harga saham-saham ini baru mulai menyesuaikan dengan kondisi keuangan atau fundamentalnya,” pungkas Daniel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi