Enam poin masukan Gapki kepada pemerintah



NUSA DUA. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyampaikan enam poin masukan kepada pemerintah untuk meningkatkan industri kelapa sawit. Enam poin ini disampaikan oleh Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joelfly BahroenyPoin pertama, Gapki meminta pemerintah segera menyelesaikan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) supaya ada kepastian hukum. Kedua, soal infrastruktur. Gapki meminta pemerintah segera membangun infrastruktur untuk mendukung kegiatan perdagangan kelapa sawit. Joelfly mengatakan, selama ini sekitar 60% minyak sawit mentah diekspor hanya melalui empat pelabuhan. Sedikitnya jumlah pelabuhan ini mengakibatkan kegiatan pengangkutan cukup lama. "Akibatnya cost produksi dan harga CPO mahal, tidak kompetitif dibandingkan dengan Malaysia," kata Joelfly.Poin ketiga, Gapki meminta pemerintah mengikuti langkah Malaysia merevisi bea keluar CPO. Gapki berharap ada revisi pajak ekspor karena khawatir daya saing. "Hal ini bisa merebut pasar India yang jumlahnya cukup besar," lanjutnya.Poin keempat, revisi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 Tahun 2007 segera diselesaikan demi kepastian hukum dalam berinvestasi terkait batas luas areal lahan. "Gapki tidak menyetujui draft revisi permentan tersebut dan kami meminta supaya pemerintah fokus dengan perlindungan petani dan perkebunan," katanya. Kelima, Gapki meminta moratorium hanya berlaku selama dua tahun dan tidak lagi diperpanjang. Moratorium lahan kelapa sawit ini dianggap bisa menghambat ekspansi kelapa sawit. Poin terakhir, Gapki menghimbau pemerintah berkampanye positif untuk menghadang kampanye negatif terhadap kelapa sawit Indonesia. Menteri Pertanian, Suswono menerima masukan-masukan dari Gapki. Ia belum bisa memutuskan apakah akan menyetujui atau menolak masukan dari Gapki ini. Sebab, Kementrian Pertanian tidak memiliki wewenang untuk memutuskan hal tersebut. "Ini adalah wewenang lintas sektoral tapi nanti akan kami koordinasikan dengan antar kementrian," kata Suswono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Edy Can