KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) pada penutupan pasar Agustus 2019 menunjukkan angka 6.328,47. Dalam satu bulan, IHSG turun 0,18%. Kontan.co.id mencatat, terdapat enam saham yang membuat IHSG sulit untuk merangkak naik. Berikut enam saham tersebut: 1. PT Astra International Tbk (
ASII) Saham perusahaan penguasa pasar otomotif ini turun hingga 5,65% selama bulan Agustus 2019 menjadi Rp 6.675. Data RTI menunjukkan selama periode tersebut, saham ini dilepas asing sebanyak Rp 547,41 miliar.
Berdasarkan laporan keuangan Astra, pendapatan bersih perusahaan ini masih tumbuh 3% bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy). Adapun, per semester I-2019 pendapatan ASII tercatat Rp 116,18 triliun. Sementara itu, laba ASII tercatat turun 6,77% yoy menjadi Rp 12,3 triliun. Penurunan laba ini disebabkan oleh turunnya segmen otomotif, agribisnis dan teknologi informasi. Dari sisi valuasi,
price to earning ratio (PER) Astra tercatat 13,79 kali dan
price to book value ratio (PBVR) tercatat 1,53 kali.
Baca Juga: Empat saham perbankan ini menekan IHSG selama Agustus 2019 2. PT H M Sampoerna Tbk (
HMSP) Dalam satu bulan terakhir, harga saham produsen rokok ini turun cukup dalam yaitu 10,33% menjadi Rp 2.690. RTI mencatat, dalam periode tersebut, asing melego saham HMSP mencapai Rp 123,76 miliar. Kendati begitu pada semester I-2019, HMSP masih mencetak kinerja positif. Produsen rokok ini mencetak laba Rp 6,77 triliun atau naik 10,8% yoy. Kenaikan itu ditopang oleh pertumbuhan pendapatan 3,17% menjadi Rp 50,72 triliun. Dari sisi valuasi, PER HMSP tercatat 23,19 kali dengan PBVR tercatat 10,98 kali.
Baca Juga: Menutup Agustus, satu indeks sektoral di BEI ini malah merah 3. PT United Tractors Tbk (
UNTR) Pada penutupan pasar Agustus 2019, harga saham UNTR tercatat Rp 20.925. Nominal tersebut menunjukkan tekanan hingga 14,85% selama satu bulan terakhir. Mengintip kinerja keuangannya, UNTR mampu mencatat kenaikan pendapatan 11% yoy di semester satu tahun ini menjadi Rp 43,32 triliun. Kenaikan pendapatan tersebut ikut mengerek laba perusahaan menjadi Rp 5,57 triliun atau naik 1,82% yoy. Dari sisi valuasi, PER anak perusahaan Astra ini tercatat 6,89 kali dan PBVR 1,34 kali.
Baca Juga: IHSG ditutup naik 0,63% ke 6.328,47 perdagangan Jumat (30/8) 4. PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (
CPIN) Harga saham CPIN di akhir Agustus tercatat Rp 5.025. Angka tersebut turun 0,99% dalam sebulan. Selama periode tersebut RTI mencatat aksi jual bersih asing terhadap saham ini di seluruh pasar sebesar Rp 72,58 miliar. Mengintip laporan keuangan, sepanjang Januari-Juni 2019, emiten perunggasan ini mampu mencetak penjualan sebesar RP 29,57 triliun. Jumlah tersebut baik 15,46% yoy. Kendati naik, laba CPIN justru terjun 29,21% menjadi Rp 1,72 triliun. Padahal di semester satu tahun lalu laba CPIN mencapai RP 2,43 triliun. Terutama karena beban yang justru naik hingga 24,08% yoy menjadi Rp 25,92 triliun. Dari sisi valuasi, tercatat PER perusahaan ini sebesar 23,82 kali dengan PBVR sebesar 4,29 kali.
Baca Juga: Review IHSG: Cenderung Menguat, Meski Dilanda Aksi Jual Asing 5. PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (
TKIM) Harga saham perusahaan milik grup Sinar Mas ini turun 9,34% dalam satu bulan terakhir menjadi Rp 9.950. Berdasarkan data RTI, aksi jual bersih asing terhadap saham ini mencapai Rp 42,46 miliar. Mengintip laporan keuangannya, pada semeseter I-2019 TKIM berhasil meraih penjualan US$ 577,71 juta atau naik 5,37% dari perolehan periode yang sama tahun sebelumnya US$ 548,29 juta. Kendati begitu, beban pokok perusahaan ini naik 6,31% yoy menjadi US$ 519,17 juta. Sehingga laba bersih TKIM anjlok 29,05% dari US$ 147,61 juta menjadi US$ 104,72 juta. Dari sisi valuasi, perusahaan kertas ini memiliki PER 10,46 kali dengan PBVR 1,65 kali.
Baca Juga: Saham TPIA, UNVR dan POLL jadi penopang IHSG di bulan Agustus 2019 6. PT Adaro Energy Tbk (
ADRO) Harga saham ADRO turun 4,26% dalam satu bulan terakhir ke level Rp 1.125. Adapun, aksi asing menjual saham ini di seluruh pasar mencapai Rp 27,23 miliar.
Dari segi keuangan, ADRO mencatatkan pendapatan US$ 1,77 miliar di semester I-2019. Jumlah tersebut naik 10,24% yoy dari US$ 1,61 miliar. Kondisi ini ikut mengerek laba bersih ADRO yang naik 52% yoy menjadi US$ 296,85 juta di tengah rendahnya harga batubara. Manajemen menjelaskan kenaikan laba disebabkan oleh disiplin biaya untuk mempertahankan margin yang sehat di tengah tantangan makro dan ketidakpastian pasar batu bara global. Dari sisi valuasi, PER perusahaan tambang ini tercatat 4,29 kali dengan PBVR 0,57 kali. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati