Energi pendorong ekonomi terkuras



JAKARTA. Ekonomi Indonesia kembali lemas dan bakal stagnan di posisi 5,1%. Angka ini sama seperti perkiraan pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017.

Menurut Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan, ekonomi tahun ini belum bisa pulih dengan cepat karena menghadapi sejumlah hambatan membuat pertumbuhan ekonomi RI sulit melejit. Hambatan datang dari turunnya ekspektasi konsumen dalam enam bulan ke depan, khususnya konsumen pendapatan tinggi.

Selain itu belanja modal pemerintah belum signifikan menggeret investasi swasta. Sementara ekspor juga tidak bisa diandalkan.


Kurangnya energi pendorong ekonomi juga diungkapkan oleh Ekonom UI Faisal Basri. Ketidakpastian global membuat ekonomi dalam tren melemah dalam jangka pendek. Dia bilang, walau secara tahunan ekonomi Indonesia naik, jika dilihat per kuartal dalam tren menurun.

Ini terjadi karena perlambatan manufaktur, pertanian, dan pertambangan. "Jadi dalam jangka pendek, kita sedang mengalami perlambatan. Jangan memaksa untuk ngebut, nanti komplikasi." ungkap dia, Selasa (7/3).

Merujuk data BPS, laju pertumbuhan PDB triwulanan tahun 2016 menunjukkan tren menurun. Pada kuartal I-2016, laju pertumbuhan PDB triwulanan minus 0,40%, kemudian naik 4,01% di kuartal II. Di kuartal III-2016 laju pertumbuhan PDB triwulanan 3,13%, dan turun lagi menjadi minus 1,77% di kuartal IV.

Prediksi Faisal, pertumbuhan ekonomi 2017 tidak lebih buruk dari 2016, namun sulit lebih baik lagi. Pertumbuhan ekonomi 2017 akan stabil di 5,02% seperti tahun 2016, kecuali pemerintah menggenjot investasi asing. "Kita butuh banyak capital inflow. Investasi yang peranannya 33% sulit mendorong ekonomi lebih dari 5%," katanya.

Apalagi menurutnya investasi Indonesia saat ini kebanyakan dalam bentuk bangunan, tidak dalam mesin dan peralatan penopang sektor industri. "Mesinnya cuma 10,8%, bangunannya mall, isinya barang-barang impor, jadi tukang-tukang jahit lokal tidak terpakai," ucapnya.

Ketidakpastian ekonomi global, terutama efek kebijakan AS dan Eropa, menjadi salah satu tantangan tahun ini. Ekonom CSIS Yose Rizal Damuri menyatakan, jika AS menaikkan utang dan suku bung maka berefek pada makroekonomi dan riil. "Makro kita terpengaruh rencana Trump meningkatkan government spending yang harus ditutup dari pajak," katanya.

Jika suku bunga AS naik, rupiah bisa turun dan pemerintah sulit mencari pembiayaan. "Pemerintah mau utang sulit. Rencana menurunkan bunga lebih sulit lagi," ucapnya.

Namun menurut Deputi Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Riza Tyas, posisi cadangan devisa akhir Februari 2017 yang naik dari US$ 116,9 miliar menjadi US$ 119,9 miliar kuat menghadapi kenaikan suku bunga The Fed. "Yang jelas, BI selalu berada di pasar tetapi terukur," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie