KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Layanan urun dana melalui penawaran saham berbasis teknologi informasi atau equity crowdfunding membuka peluang bagi perusahaan rintisan yang membutuhkan dana segar untuk bisnisnya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengatur ketat siapa saja yang boleh dan tidak boleh menjaring dana lewat layanan ini. Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Fakhri Hilmi menjelaskan salah satu persyaratan sebagai penerbit adalah perusahaan yang dikendalikan baik langsung maupun tidak langsung oleh suatu kelompok usaha atau konglomerasi. “OJK juga melarang perusahaan penerbit tidak boleh dari perusahaan terbuka dan anak perusahaan terbuka apapun,” kata Fakhri kepada Kontan.co.id, Kamis (10/10).
Baca Juga: Jadi alternatif investasi ritel, mari mengenal lebih jauh tentang equity crowdfunding Selain itu, perusahaan dengan kekayaan lebih dari Rp 10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan juga tidak boleh menerbitkan saham di layanan equity crowdfunding. Fakhri menyatakan dengan layanan baru ini OJK mencoba mendorong perusahaan kecil dan independen untuk masuk ke equity crowdfunding dengan kekayaan tidak lebih dari Rp 30 miliar. Selain itu, syarat untuk menjadi penerbit adalah menyerahkan dokumen kepada penyelenggara seperti akta pendirian, jumlah penawaran, dan tujuan penggunaan dan rencana bisnis. Adapun kebijakan dividen perusahaan juga harus disampaikan.