EOR mahal, Pertamina EP minta insentif



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina EP, anak usaha PT Pertamina (Persero), tengah menggarap sembilan proyek Enhanced Oil Recovery (EOR) di Rantau, Sago, Ramba, Jirak, Limau, Tambun, Jatibarang, Sukowati, dan Tanjung. Selain itu, Pertamina EP juga melakukan upaya waterflood project untuk meningkatkan produksi migas.

Untuk menggarap proyek tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar. Andi W Bachtiar, VP Enhanced Oil Recovery Pertamina EP mengatakan total Capital expenditure (capex) untuk waterflood project dan EOR mencapai US$776 juta hanya untuk Lapangan Jirak, Ramba, Tanjung, Belimbing, Rantau, Tempino.

Namun, berdasarkan data Pertamina EP, total capex untuk sembilan proyek EOR tersebut bisa mencapai US$ 2,84 miliar.


Sebagai contoh, proyek EOR chemical di Lapangan Tanjung memerlukan investasi sebesar US$ 120 juta dan biaya operasi sebesar US$ 40/BOE. Sementara biaya untuk proyek EOR C02 di Lapangan Sukowati memerlukan biaya sekitar US$ 450 juta.

Dengan biaya yang cukup besar tersebut, Pertamina Ep pun berharap bisa mendapatkan insentif dari pemerintah.

“Biaya EOR itu sangat besar karena itu dilakukan di lapangan yang punya cadangan besar. Kami berharap ada insentif untuk pengerjaan EOR,” ujar John H Simamora, Direktur Pengembangan Pertamina EP pada Selasa (12/3).

Menurut John, sembilan proyek EOR yang sudah ditetapkan Pertamina Ep dan SKK Migas tersebut sudah bisa dikerjakan dengan ekonomis terutama dengan harga minyak di kisaran US$ 60-70 per barel. Namun jika harga minyak turun hingga US$ 30 per barel maka sembilan proyek tersebut tidak akan berjalan.

Makanya John berharap bisa mendapatkan insentif dari pemerintah sehingga Pertamina Ep bisa melakukan EOR tidak hanya di sembilan proyek tersebut.

"Tetap keekonomian jadi faktor utama kami, Kecuali ada insentif lagi dari pemerintah, kami akan buka peluang lagi untuk yang cadangan-cadangan kecil. Kalau ada pemanis dari pemerintah semakin semangat," kata John.

John pun meminta insentif berupa bagi hasil yang lebih besar untuk Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang melaksanakan EOR. Misalnya ketentuan dalam kontrak bagi hasil skema cost recovery telah ditetapkan bagi hasil untuk pemerintah sebesar 85% dan KKKS sebesar 15%, maka diharapkan dengan insentif gross split akan ada tambahan porsi bagi hasil untuk KKKS misalnya menjadi 20%.

Sementara jika menggunakan skema gross split, John mengaku akan sangat sulit untuk KKKS melakukan EOR. Pasalnya keuntungan yang didapat KKKS akan semakin sedikit. Biarpun dalam kontrak bagi hasil gross split sudah ada insentif bagi KKKS yang mengelola lapangan migas secondary dan tertiary.

"Itu kan sesuatu yang dinegosiasikan. Buat industri kan itu sesuatu yang tidak baik. Tempo-tempo bisa tempo-tempo tidak. Kalau lagi baik kasih, kalau bisa ada kepastian bahwa split-nya sekian. Karena EOR ini kan tidak bisa mendadak, ingin sekarang besok bisa belanja. Tahapannya kan cari chemical dulu," jelas John.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto