Era Boooming Penjualan E-commerce China Sudah Berakhir



KONTAN.CO.ID - CHINA. Era booming penjualan e-commerce di China tampaknya sudah berakhir. Perlambatan ekonomi negeri asal kungfu ini telah membuat merana para vendor platform belanja online.

Para vendor tengah berjuang untuk bertahan hidup di tengah melambatnya pertumbuhan penjualan e-commerce, inflasi tinggi, dan perang harga yang tiada hentinya.

Industri e-commerce China pernah berkembang pesat, diselingi oleh bonanza belanja yang menampilkan pesta-pesta dan selebritas. Namun, kini kemeriahan tersebut tak tampak lagi, karena masyarakat telah mengerem diri untuk berbelanja.


Meskipun diskon besar-besaran dan kampanye penjualan yang dipimpin para influencer banyak berkontribusi memperkaya industri ini sebelumnya, kini cara-cara itu justru membuat para seller semakin merana.

“Masa-masa terbaik bagi e-commerce telah berakhir. Tahun ini persaingan semakin ketat dan saya rasa banyak seller tak akan bertahan dalam tiga tahun ke depan,” ungkap Lu Zhenwang, operator e-commerce di Shanghai yang menjual barang sehari-hari kepada pedagang kecil, seperti dilansir Reuters, Jumat (12/7).

Baca Juga: Kepemilikan Jeff Bezos di Saham Amazon Terus Menyusut

Platform e-commerce besar seperti Alibaba dan JD.com telah mengurangi margin keuntungan bagi seller. Padahal, sudah ribuan usaha kecil bergabung pada e-commerce tersebut selama satu dekade booming e-commerce yang dimulai pada 2013.

Di masa jayanya, e-commerce mampu mencatatkan nilai transaksi penjualan barang 12 triliun yuan per tahun, atau menyumbang 27% dari total penjualan ritel. Data Euromonitor menunjukkan, transaksi penjualan e-commerce tidak akan lagi bisa tumbuh dua digit dengan kondisi ekonomi yang melambat saat ini.

Lu mengatakan, antusiasme para seller untuk berpartisipasi dalam festival penjualan telah mengalami penurunan. Sehingga menurutnya, festival belanja online yang dipusatkan setiap 11 November akan berisiko. “Vendor tidak tahu berapa banyak produk yang bisa dijual, sedangkan stok harus disiapkan,” kata dia.

Ketika dampak perlambatan mulai terasa, para vendor mulai lantang menentang efek samping dari gimmick penjualan.

Baca Juga: Amazon Klaim Turunkan Total Emisi pada 2023 Melalui Energi Terbarukan

Pada festival belanja 18 Juni lalu, pemilik merek pakaian wanita Inman meminta pihak berwenang untuk mengendalikan kebijakan perlindungan pengembalian pembelian platform, di mana biaya pengembalian dibebankan kepada penjual.

Kebijakan yang berlaku sejak 2021 itu dinilai sangat memberatkan karena mendorong tingkat pengembalian semakin tinggi. “Tingkat pengembalian pada platform e-commerce telah mencapai 60%. Sebelum biaya dibebankan ke penjual, tingkat pengembalian hanya 30%,” kata pendiri Inman, Fang Jianhua.        

Editor: Dina Hutauruk