Era pasar emas untuk tembaga akan terjadi, salah satunya dari mobil listrik



KONTAN.CO.ID -SANTIAGO. Produsen tembaga global akan berkumpul di Chili pada pekan ini karena adanya pengetatan harga, kualitas bijih yang menurun, penundaan proyek, dan kekhawatiran perang perdagangan AS-Tiongkok. Masalah-masalah itu bisa dapat menekan permintaan jangka panjang.

Terlepas dari tantangan-tantangan tersebut, industri juga berencana meningkatkan pertumbuhan dalam dekade mendatang berkat adanya ledakan produksi kendaraan listrik, yang menggunakan tembaga dua kali lebih banyak daripada mesin pembakaran internal.

Atas alasan itu ratusan investor, eksekutif, analis, dan regulator berkumpul di Santiago, ibukota Chili, untuk Konferensi Tembaga Dunia tahunan.


"Dari perspektif angka, kami mengalami defisit tembaga, dan diperkirakan akan menjadi pasar yang lebih ketat pada 2019 dibandingkan tahun lalu," kata Eleni Joannides, analis pasar tembaga di konsultan Wood Mackenzie dikutip Reuters, Senin (8/4).

Harga komoditas yang relatif baik sejak Januari sehingga telah mengangkat produsen seperti Freeport-McMoRan Inc, Antofagasta Plc, BHP dan Anglo American Plc keluar dari kelesuan dan memberi mereka masalah baru yakni perburuan aset berkualitas tinggi pada saat geo-politik ketidakpastian.

Harga tembaga LME diperkirakan rata-rata US$ 6.397 per ton tahun ini, sebuah jajak pendapat Reuters dari 30 analis menunjukkan, sedikit lebih rendah dari US$ 6.437 pada hari Jumat. "Saya pikir kita sedang menuju pasar emas untuk tembaga," kata analis pertambangan Jefferies, Christopher LaFemina.

Industri ini bergerak untuk membawa pasokan baru meski memakan waktu. Freeport, produsen tembaga yang diperdagangkan secara publik terbesar di dunia, memangkas perkiraan produksi 2019 di tambang Grasberg Indonesia lebih dari setengah saat transisi ke operasi bawah tanah, proses yang mahal dan akan memakan waktu bertahun-tahun.

Editor: Azis Husaini