Era Suku Bunga Rendah Dimulai, Instrumen Investasi Ini Jadi Semakin Menarik



KONTAN.CO.ID -  Era suku bunga rendah telah dimulai. Sejumlah bank sentral dunia mulai menurunkan suku bunga acuannya di sisa tahun ini. Terbaru, Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed, menurunkan suku bunga acuannya sebesar 50 basis points (bps) menjadi 4,75%-5,0% pada Rabu (18/9) waktu AS. Pemangkasan suku bunga ini seiring dengan kondisi inflasi yang sudah mendekati target 2%. Bank Indonesia (BI) juga memangkas BI rate sebesar 25 bps menjadi 6% pada Rabu (18/9). Pekan lalu, Bank Sentral Eropa atau The European Central Bank (ECB) telah terlebih dahulu melakukan pelonggaran kebijakan moneter dengan memangkas suku bunga simpanan sebesar 25 bps menjadi 3,50%.

Chief Investment Officer dari PT Inovasi Finansial Teknologi (Makmur) Stefanus D. Winarto menyebut, kebijakan suku bunga bank sentral menjadi faktor utama yang mempengaruhi tingkat likuiditas dan sentimen di pasar modal. Akibatnya, naik atau turunnya suku bunga acuan akan mempengaruhi kinerja portofolio investasi, tak terkecuali reksa dana.

Ketika suku bunga turun, harga obligasi akan cenderung naik, begitu juga sebaliknya. Penurunan suku bunga acuan akan menyebabkan suku bunga tabungan dan deposito di perbankan menjadi kurang menarik. Kondisi ini akan membuat investor mencari instrumen investasi yang bisa menghasilkan return yang lebih tinggi.


Investor akan lebih tertarik berinvestasi di instrumen obligasi dibandingkan dengan menaruh uangnya di deposito karena obligasi berpotensi menghasilkan return lebih tinggi saat suku bunga turun. Dalam kondisi era pemotongan suku bunga, reksa dana pendapatan tetap menjadi reksa dana yang paling diuntungkan. “Reksa dana pendapatan tetap dengan mayoritas portofolionya berisi efek yang bersifat utang, baik obligasi dan/atau sukuk, akan cenderung mengalami capital gain karena nilai imbal balik dari kupon utang akan menjadi semakin atraktif,” kata Stefanus.

Selain diuntungkan dengan kebijakan penurunan suku bunga, beberapa reksa dana pendapatan tetap juga memberikan pendapatan yang tetap secara rutin kepada investor dalam bentuk dividen. Sehingga, instrumen ini dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan pasif atau dana cadangan untuk kebutuhan mendesak. Reksa dana pendapatan tetap juga memberikan return yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan instrumen lain seperti deposito. Hal ini karena reksa dana pendapatan tetap memiliki jangka waktu investasi yang menengah hingga panjang.

Stefanus melanjutkan, penurunan suku bunga juga akan berdampak ke reksa dana saham. Secara tidak langsung, penurunan suku bunga akan membuat investor mencari alternatif lain dengan imbal hasil yang lebih tinggi dari deposito, salah satunya saham. Meningkatnya permintaan saham di bursa akan menyebabkan peningkatan likuiditas dan harga saham emiten dengan bisnis yang solid.

Selain itu, penurunan suku bunga juga akan meningkatkan kinerja sejumlah emiten. Sebab, pemangkasan suku bunga yang diikuti oleh penurunan bunga kredit akan membuat emiten mendapatkan pendanaan dengan biaya yang lebih rendah.

Dengan kondisi ini, emiten mampu menekan beban bunga yang berpotensi mendorong laba bersih emiten dan menyebabkan apresiasi harga saham. Reksa dana saham juga diuntungkan dengan momentum penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sempat mencetak level tertinggi sepanjang masa atau all time high (ATH) sepanjang bulan ini.

Untuk reksa dana campuran, dampak penurunan suku bunga akan tergantung dari komposisi portofolionya. Dalam mengelola reksa dana campuran, Manajer Investasi akan cukup fleksibel dalam mengatur portofolio. Dalam kondisi pasar saham yang sedang bagus, MI bisa menambah porsi kepemilikan di saham. Namun, jika pasar obligasi sedang positif, MI bisa mengurangi porsi kepemilikan saham dan memperbanyak porsi kepemilikan di obligasi.

Sementara itu, kebijakan penurunan suku bunga memang kurang berdampak ke kinerja reksa dana pasar uang. Namun, reksa dana pasar uang tetap bisa menjadi pilihan yang tepat bagi investor yang membutuhkan likuiditas jangka pendek dan dengan profil risiko rendah (risk averse).

Sebelum memutuskan berinvestasi reksa dana, Stefanus menjabarkan beberapa faktor yang bisa menjadi pertimbangan investor. Pertama, mencermati risiko yang terkandung dalam reksa dana dan menyesuaikan dengan profil risiko masing-masing. Kedua, memantau kinerja historis reksa dana dari fund fact sheet yang diterbitkan Manajer Investasi. Ketiga, memperhatikan timing, dimana saat era suku bunga rendah investor bisa mencermati reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana saham.

Keempat, membeli reksa dana di platform yang tepat dan aman. Lebih dari 500.000 investor ritel telah menggunakan Makmur untuk membeli lebih dari 100 reksa dana dari manajer investasi dengan rekam jejak dan reputasi baik di tanah air.

Makmur juga menyediakan sejumlah promo yang bisa digunakan untuk memaksimalkan kinerja portofolio guna mewujudkan tujuan investasi masing-masing nasabah. Yang terpenting, Makmur memiliki izin resmi sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD) dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sehingga, dana investasi nasabah tetap tersimpan dengan aman.

Baca Juga: Return Tumbuh Positif, Begini Siasat Manajer Investasi Kejar Dana Kelolaan Reksadana

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti