Era Suku Bunga Rendah Dimulai, Simak Rekomendasi Saham Emiten Semen



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Era suku bunga rendah sudah dimulai. Emiten semen pun diproyeksikan bisa mulai pulih seiring pemangkasan suku bunga oleh bank sentral.

Asal tahu saja, The Fed menurunkan suku bunga acuan sebesar 50 basis points (bps) menjadi 4,75-5,0% pada bulan September lalu. The Fed juga diproyeksikan akan kembali menurunkan suku bunga di sisa tahun 2024.

Sejalan, Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga BI rate menjadi 6% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada bulan September lalu. Pasar pun akan kembali menanti keputusan BI dalam menentukan suku bunga acuan pada RDG di pekan ini.


Baca Juga: Reksadana Saham Kembali Unjuk Gigi, Ini 5 yang Memiliki Return Terbaik

Corporate Secretary INTP Dani Handajani mengatakan, dengan adanya penurunan suku bunga, perseroan berharap sektor properti di Indonesia akan lebih bergairah. Hal ini nantinya akan memengaruhi penjualan semen yang mayoritas masih didominasi pasar ritel dari pembangunan properti.

“Penurunan suku bunga diharapkan akan menggairahkan sektor properti di Indonesia yang disebabkan semakin banyaknya konsumen yang membangun rumah dengan memakai KPR dengan bunga lebih rendah,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (11/10).

Selain itu, suku bunga rendah kemungkinan juga akan mendorong perpindahan dana dari investor, yang semula memasukkan dana di bank ke investasi di real sector atau properti.

Menurut Dani, investasi di sektor properti sebenarnya masih dianggap memberikan imbal hasil lebih besar dari bunga bank. Kenaikan minat di sektor properti akibat penurunan suku bunga itu nanti tentunya akan menaikan penjualan semen. 

“Selain itu, kami juga siap mendukung kebutuhan semen program pembangunan tiga juta rumah per tahun yang direncanakan oleh pemerintahan baru,” paparnya.

Research Analyst Phintraco Sekuritas, Aditya Prayoga melihat, kinerja emiten semen hingga semester I 2024 masih belum memuaskan. Hal ini mencerminkan tantangan besar masih membayangi industri ini. 

Pada semester I, INTP menunjukkan performa yang sedikit lebih menarik dibandingkan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR). INTP berhasil mencatat peningkatan penjualan semen domestik sebesar 9,6% pada semester I lalu, serta kenaikan pendapatan neto sebesar 2% menjadi Rp 8,1 triliun. 

Sebaliknya, SMGR harus menghadapi penurunan penjualan sebesar 1,5%, disertai penurunan pendapatan sebesar 6,26% dan laba bersih yang tergerus hingga 16%. 

Baca Juga: IHSG Telah Turun Dalam, Analis Rekomendasikan Sejumlah Saham Big Cap Ini

Faktor-faktor yang menekan kinerja emiten semen adalah masih rendahnya konsumsi semen domestik yang belum sepenuhnya pulih, kondisi oversupply yang terjadi serta kenaikan harga bahan baku energi. 

“Selain itu, persaingan yang semakin ketat akibat masuknya banyak pemain baru di pasar domestik turut menambah tantangan bagi seluruh emiten semen,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (11/10).

Di sisa tahun 2024 ini, Aditya melihat, masih terdapat tantangan yang membayangi emiten-emiten semen. Meskipun terdapat sentimen positif dari kebijakan suku bunga yang lebih rendah, kondisi oversupply masih menjadi salah satu isu besar dalam industri semen di Indonesia. 

“Kapasitas produksi yang berlebih menyebabkan harga jual semen sulit naik, sehingga margin keuntungan tetap tertekan,” paparnya.

Untuk mengatasi permasalahan ini, emiten perlu mengoptimalkan efisiensi biaya produksi dan memanfaatkan pasar ekspor sebagai alternatif. 

Selain itu, keberlanjutan proyek Ibu Kota Negara (IKN) oleh pemerintahan selanjutnya dapat menjadi sentimen positif yang dapat mendorong permintaan dalam negeri, khususnya dari proyek pembangunan infrastruktur pemerintah atau proyek strategis nasional yang masih terus dijalankan. 

Potensi peningkatan permintaan dari sektor properti juga bisa terjadi seiring dengan rendahnya suku bunga dan kebijakan pemerintah yang mendukung sektor properti. 

“Namun, sentimen negatif tetap membayangi, seperti tingginya biaya energi yang diperkirakan akan fluktuatif akibat ketegangan geopolitik di Timur Tengah,” ungkapnya.

Baca Juga: Terombang-ambing Stimulus China, Kini Pasar Saham RI Merana tapi Nanti bisa Berjaya

Aditya menilai, kinerja INTP masih menarik untuk dilirik para investor. Alasannya, kinerja INTP yang cukup memuaskan dan sedikit lebih baik dari kompetitornya hingga paruh pertama 2024 serta kemampuan perseroan mempertahankan eksistensinya di tengah kondisi oversupply.

“Saat ini, INTP diperdagangkan pada PER 29.22x dan PBV 1.22x. Berdasarkan metode valuasi relatif dan pendekatan PER, potensi fair value INTP diperkirakan berada di level Rp 8.100 per saham,” tuturnya.

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer melihat, performa harga saham emiten emiten semen domestik masih cenderung kurang menarik. Hal itu sejalan dengan performa penjualannya yang masih stagnan dan cenderung belum pulih.

“Selain itu, untuk saat ini sektor semen masih minim sentimen major yang bisa meningkatkan harga sahamnya,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (11/10).

Di sisa tahun ini, peluang kinerja emiten semen untuk membaik masih terbuka. Pada semester II, SMGR dinilai Miftahul bisa lebih menggenjot volume penjualannya didorong oleh lebih banyaknya hari kerja dan sentimen musiman yang lebih baik.

“Secara historis, sekitar 54% volume penjualan dan 66%-72% laba bersih terkonsentrasi di paruh kedua setiap tahun,” ungkapnya.

Selain itu, sentimen pelonggaran suku bunga bank sentral juga bisa berdampak positif pada industri semen domestik, yang mana bisa mendorong kebutuhan semen lebih besar lagi. 

“Volume penjualan masih akan melanjutkan momentum pertumbuhannya di semester II 2024. Hanya saja, segmen semen kantong masih akan cenderung flat secara permintaan,” paparnya.

Miftahul pun merekomendasikan buy on breakout untuk SMGR dengan target harga Rp 4.450 per saham. Rekomendasi trading buy direkomendasikan INTP dengan target harga Rp 7.275 per saham.

Director Reliance Sekuritas Indonesia, Reza Priyambada melihat, kinerja emiten semen dipengaruhi oleh seberapa besar permintaan akan produk tersebut, khususnya dari bidang konstruksi dan properti. 

Baca Juga: Cek Rekomendasi Saham Pilihan untuk Perdagangan Pekan Ini

Jika kedua sektor tersebut mengalami penurunan kinerja karena berkurangnya permintaan di masyarakat, maka akan berimbas kepada emiten pendukung, seperti sektor semen. 

Reza mengatakan, di kuartal III 2024, emiten semen masih berpeluang mencetak kinerja baik. Meskipun secara pertumbuhan masih sedikit lebih rendah dari periode tahun lalu, tetapi diperkirakan masih akan bisa mencetak laba.

Namun, hal itu tak terlalu dipengaruhi oleh mulai dipangkasnya suku bunga. Sebab, masih butuh waktu sampai sektor perbankan melakukan penyesuaian terhadap pemangkasan suku bunga tersebut.

“Itu termasuk juga dampak dari rencana pemerintahan Prabowo-Gibran yang berencana memangkas pajak properti. Perlu waktu dan penyesuaian di lapangan. Untuk saat ini, wacana kebijakan itu hanya sekedar sentimen sesaat untuk menggerakkan saham semen dan properti,” paparnya.

Reza pun merekomendasikan beli untuk INTP, SMGR, CMNT, SMBR, dan SMCB dengan target harga masing-masing Rp 7.900 per saham, Rp 4.700 per saham, Rp 1.090 per saham, Rp 270 per saham, dan Rp 753 per saham.

Selanjutnya: Menhub Apresiasi Kerjasama BUMN dan Swasta Kembangkan Prasarana Transportasi Massal

Menarik Dibaca: Cara Pintar Awetkan Jamur Agar Tak Mudah Berlendir dan Membusuk

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .