Erajaya optimistis target 2015 bisa terlewati



JAKARTA. Meski kondisi ekonomi domestik tengah terhalang kurs rupiah, masih ada pebisnis yang optimistis bisa meraup hasil positif di akhir tahun ini. Salah satunya adalah PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA).

Peritel sekaligus produsen ponsel ini yakin target bisnis tahun ini bisa tercapai. "Target bisnis kami tahun ini bisa meraup Rp 15 triliun, tapi kami percaya diri bisa di atas Rp 16 triliun," ucap Djatmiko Wardoyo, Sekretaris Perusahaan Erajaya Swasembada ke KONTAN, Minggu (13/9).

Rasa optimis ini berkaca dari hasil kinerja di semester I-2015 perusahaan ini yang sudah mengantongi pendapatan Rp 8,68 triliun. Meski pendapatan Erajaya di periode Agustus 2015 sempat turun dari bulan sebelumnya, Djatmiko masih optimistis, penjualan di September 2015 ini bisa membaik. Sebab,meski daya beli masyarakat tengah turun, minat masyarakat untuk berbelanja ponsel ternyata masih tetap tinggi.


Menurut Djatmiko, penurunan penjualan hanya terlihat dari harga penjualan rata-rata atau average selling price (ASP) tapi, dari segi jumlah, masih tetap banyak. Sayang, ia tidak menyebutkan jumlah penjualan ponsel Erajaya.

Tahun lalu, harga rata-rata penjualan ponsel di Erajaya berkisar Rp 3,1 juta. Kini sudah turun menjadi Rp 2,7 juta. Maklum, ponsel pintar asal China dengan harga miring semakin membanjiri pasar domestik. "Dengan ponsel  Taichi (produk China) berkisar  Rp 2 juta – Rp 3 juta, konsumen sudah bisa mendapat produk dengan spesifikasi lebih bagus," papar Djatmiko.

Saat ini, penjualan ponsel Taichi di Erajaya, di antaranya merek Asus, Lenovo, Xiaomi, dan Oppo, sudah menguasai 20% dari pangsa pasar. Namun penguasa pasar penjualan ponsel di Erajaya masih dipegang Samsung, produk ponsel asal Korea Selatan.

Perpanjang tenor cicilan

Prestasi Erajaya tidak terlepas dari strategi penjualan perusahaan ini dalam menyiasati penurunan daya beli. Erajaya mengubah program angsuran tanpa bunga alias 0% yang semula bertenor 12 bulan diperpanjang sampai 24 bulan.

Hasilnya langsung terlihat signifikan. Menurut Djatmiko, dari 50% pembeli yang memakai kartu kredit, sebelumnya, sekitar 65%-70% memakai skim kartu kredit cicilan. Nah, sekarang ini sudah bertambah menjadi 80%.

Di sisi lain, Erajaya tak terlalu terdampak pelemahan rupiah. Sebab, makin banyak prinsipal ponsel yang punya cabang atau pabrik perakitan di Indonesia. Efeknya, ERAA tak perlu impor produk lagi.

Alhasil, pengeluaran Erajaya dalam bentuk dollar AS, biasanya untuk impor ponsel,  cuma 20%. Sisanya dalam bentuk mata uang rupiah.

Salah satu ponsel yang masih Erajaya impor adalah produk dari Apple, seperti iPhone. Namun, Erajaya mendapat keleluasaan dari Apple untuk menentukan harga jual di Indonesia. Erajaya mengakui, harga jual produk Apple di gerai mereka sudah memperhitungkan efek dari kelesuan rupiah.

Sebaga peritel, Erajaya juga tetap ekspansi gerai penjualan. Tahun ini, Erajaya menargetkan membuka 60 gerai penjualan. Sejauh ini sudah 40 gerai penjualan yang dibuka. Nah, di kuartal IV ini, ERAA menaretkan bisa membuka 20 gerai lagi. "Kami tetap fokus di 34 provinsi, kami baru akan masuk ke kabupaten pada saatnya nanti," ujarnya.

Namun, Djatmiko tidak memerinci biaya investasi penambahan gerai tersebut. Yang jelas, selain di pasar domestik, Erajaya juga tengah menjajaki membuka gerai Erafone, salah satu label gerai miliknya, ke Malaysia.

Lewat anak usaha PT Erafone Artha Retailindo,  Erajaya sudah memiliki merek dagang Switch di sana.  Menurut Djatmiko, ekspansi ke negeri jiran ini bakal terwujud di kuartal IV ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri