KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengumumkan pembentukan Indonesia Battery Corporation (IBC), sebagai holding untuk mengelola ekosistem industri baterai, khususnya bagi kendaraan bermotor listrik atau Electric Vehicle (EV). Erick menyampaikan, pembentukan IBC merupakan strategi pemerintah untuk memaksimalkan potensi sumber daya mineral agar bisa dimanfaatkan di dalam negeri untuk mengelola industri baterai yang terintegrasi dari hulu hingga hilir. Sebab, Indonesia memiliki cadangan dan produksi mineral yang besar sebagai bahan baku baterai. Salah satunya nikel yang mencapai 24% dari total produksi di dunia.
"Kita ingin menjadi global player, dengan alih teknologi dan penguasaan pasar ke depan. Sehingga tidak hanya menjadi market saja," kata Erick dalam konferensi pers yang digelar secara daring, Jum'at (26/3). Pembentukan IBC ditandai dengan penandatanganan perjanjian pemegang saham (shareholders’ agreement) yang dilangsungkan pada 16 Maret 2021 oleh empat perusahaan BUMN sektor pertambangan dan energi.
Baca Juga: Pengamat menilai perusahaan BUMN perlu dukungan pemerintah untuk penguatan daya saing Yakni Holding Industri Pertambangan - MIND ID, PT Aneka Tambang Tbk (Antam), PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero), dengan komposisi saham masing-masing sebesar 25%. Menurut Erick, pembentukan holding baterai yang sudah berproses sekitar setahun ini bakal mendorong transformasi ekonomi dan transisi energi. "Tentu dengan adanya EV Battery kita bisa membuat Indonesia lebih bersahabat dengan ekonomi hijau," sambungnya. Erick menambahkan, IBC tidak akan bergerak sendirian. Holding BUMN baterai itu bakal menggandeng mitra untuk mendirikan joint venture (JV). Ada dua perusahaan global yang sudah dijajaki dan menyampaikan komitmen investasinya. Yakni CATL dan LG Chem. CATL, kata Erick, siap berinvestasi sekitar US$ 5 miliar. Sedangkan nilai investasi yang siap ditanamkan LG Chem mencapai US$ 13 miliar - US$ 17 miliar. "Kita tidak usah malu-malu, karena kita ber-partner dengan CATL yang kalau tidak salah dia pemain nomor satu di dunia untuk EV battery. LG Chem nomor dua-nya," imbuh Erick. Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri I BUMN Pahala Mansury menjelaskan, pengusahaan IBC tidak hanya pada satu pabrik baterai saja. Melainkan terintegrasi dari mulai pertambangan, smelter, hingga pabrik produksi katoda, precursor, battery cell dan battery pack. Tak sampai di situ, IBC juga bakal menggarap produk energy storage, baterai stabilizer dan juga recycle (pendaur ulangan baterai). Pahala bilang, IBC ditargetkan bisa memiliki kapasitas produksi baterai hingga 140 Gigawatt hour (GWh) pada tahun 2030. Dengan begitu, 70% nikel ore yang diproduksi di Indonesia bisa diolah untuk industri dalam negeri. Pahala merinci, dari jumlah kapasitas produksi baterai IBC tersebut, sebanyak 50 GWh yang diproduksi bakal diekspor. Sedangkan sisanya akan digunakan untuk menunjang industri EV di Indonesia. "Ini betul-betul akan diproduksi di Indonesia. Sampai menjadi baterai cell dengan total kapasitas 140 GWh," kata Pahala. Pada tahap pertama, pihaknya menargetkan bisa memproduksi antara 10 GWh hingga 30 GWh. Sayangnya, dia belum secara gamblang menjelaskan mengenai rencana pendirian pabrik baterai dan produksi tahap pertama yang dimaksud. Pahala menyampaikan, enam bukan ke depan, Antam bakal memulai studi bersama calon mitra untuk pengembangan tambang. Kemudian, berlanjut ke pengembangan smelter.
Baca Juga: Pemerintah dorong kendaraan listrik, begini kontribusi PLN dan Pertamina Pahala menyadari, Indonesia membutuhkan aliran investasi yang deras sebagai pemulihan ekonomi paska covid-19. "Kita berharap mulai 2021-2023 sudah langsung mulai dirasakan dampaknya. Karena kita membutuhkan pengembangan investasi paska covid di tahun 2021-2023," ungkapnya. Mitra IBC bukan hanya CATL dan LG Chem. Erick Thohir menyampaikan, penjajakan dengan calon mitra terus dilakukan. Pada pertengahan April nanti, Erick bersama dengan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, bersama Menteri Perdagangan bakal bertandang ke Amerika Serikat. "Salah satunya melihat potensi kerjasama denga pihak yang di Amerika," ungkap Erick, yang mengisyaratkan bakal menggelar pertemuan dengan Tesla. Penjajakan kerjasama bakal dilanjutkan ke Jepang. Dengan skema tersebut, Erick memastikan IBC tidak akan melakukan monopoli. Melainkan bakal menggandeng banyak mitra untuk melakukan konsolidasi.
Menurut Erick, konsolidasi sangat penting untuk memastikan hilirisasi mineral bisa berjalan dan dimanfaatkan untuk mendorong industri dalam negeri. "Kalau tidak terkonsolidasi, hilirsasi tidak berjalan dengan baik, dan akhirnya hanya mengalihkan kekayaan alam untuk dipakai negara lain. Membesarkan market luar negeri, tapi akhirnya masuk ke dalam negeri lagi," terang Erick. Dia mengibaratkan IBC bakal menjadi semacam lalu lintas untuk hilirisasi dan peningkatan nilai tambah mineral. "Supaya kita punya bargaining power yang lebih kepada negara lain yang selama ini kita dilihat sebagai market," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi