Erick Thohir Ingatkan BUMN yang Butuh Dolar AS, Membeli Sesuai Kebutuhan dan Terukur



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akhirnya hari ini Israel melakukan serangan balik ke Iran. Serangan balasan ini menyebabkan pasar keuangan yang sudah sempoyongan kian berdarah-darah.  Mayoritas bursa Asia pada Jumat (19/4) ambruk. Begitu juga nilai tukar mata uang Asia, termasuk rupiah Indonesia. Berdasarkan data Jisdor Bank Indonesia (BI) kurs rupiah berada di  Rp 16.280 per dolar Amerika Serikat (AS). Melorot 0,63% dibanding Kamis yang tercatat Rp 16.177 per dolar AS.      Di saat seperti itu, investor asimg terus mencatatkan transaksi jual bersih alias net sell. Berdasarkan data RTI Business, net sell saham mencapai Rp 724 miliar di seluruh pasar Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis (18/4). Ini memperpanjang tren net sell, sejak perdagangan kembali dibuka usai libur Lebaran pada Selasa (16/4). Sehingga aliran dana asing di saham berkurang menjadi Rp 13,68 triliun.

Aliran keluar dana asing semakin deras di pasar Surat Berharga Negara (SBN). Per 17 April 2024, kepemilikan asing alias non residen di pasar SBN tercatat hanya sekitar Rp 804,55 triliun dibandingkan Rp 842,55 triliun di awal tahun 2024. Ini artinya terjadi dana keluar sekitar Rp 38,27 triliun sejak awal tahun di pasar surat utang Indonesia. 

Terkait pelemahan rupiah, Menteri BUMN Erick Thohir mengimbau, BUMN yang terdampak pada bahan baku impor dan  porsi utang luar negeri dalam dolar AS besar seperti Pertamina, PLN, BUMN Farmasi, MIND ID, agar melakukan pembelian dolar dengan tepat guna dan bijaksana,  sesuai prioritas  dalam memenuhi kebutuhan.


Baca Juga: Menko Airlangga: Tidak Bijaksana Belanja Dolar Saat Harga Tinggi

"Arahan saya kepada BUMN adalah  mengoptimalkan pembelian dollar. Artinya adalah terukur dan sesuai dengan kebutuhan, Bukan memborong, intinya adalah jangan sampai berlebihan, kita harus bijaksana dalam menyikapi kenaikan dollar saat ini," kata Erick, dalam keterangannya, Jumat (17/4). 

Menurutnya, ini sejalan dengan yang disampaikan  Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam mengantisipasi dampak lanjutan dari gejolak geopolitik dan ekonomi global. Pemerintah telah memiliki instrumen dalam bentuk devisa hasil ekspor yang ingin ditempatkan di dalam negeri. Selain itu pemerintah menginginkan impor konsumtif dapat ditahan dulu dalam situasi saat ini.

"Untuk itu pengendalian belanja dan impor BUMN harus dengan prioritas dan sesuai dengan kebutuhan yang paling mendesak," imbuh Erick. 

Bagi BUMN yang memiliki eksposur impor dan memiliki utang dalam denominasi dolar AS, Erick mengingatkan agar  direksi BUMN  lebih awas dan tidak membeli dolar secara berlebihan dan menumpuk.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ahmad Febrian