JAKARTA. Kondisi ekonomi Indonesia tidak bisa terlepas dari faktor ekonomi global yang terjadi. Kabar Bank Sentral Eropa (ECB) yang akan mengguyur dana stimulus lebih dari € 1 triliun dengan skema pembelian obligasi pemerintah Uni Eropa € 50 miliar per bulan, dapat menekan perkembangan ekonomi Indonesia ke depan. Hal lain yang juga mempengaruhi kondisi ekonomi Indonesia adalah soal isu kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve. Direktur Eksekutif Mandiri Institute, Destry Damayanti mengungkapkan, kondisi-kondisi tersebut memang akan mempengaruhi arah gerak rupiah. "Proyeksi kami secara keseluruhan, rupiah akan berada di Rp 12.500 sepanjang tahun ini," ujar Destry dalam acara Mandiri Investment Forum 2015 di Jakarta, Selasa (27/1). Destry menjelaskan, patokan level rupiah tersebut sudah menghitung proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini yang diperkirakan bakal di kisaran 5,5%. Menurutnya, dampak dari kebijakan yang terjadi di Benua Biru, tidak lebih massif dibandingkan saat AS melakukan hal yang sama. Hal ini lantaran Pasar keuangan Eropa yang tidak sebesar AS. Sehingga, dampaknya terhadap Indonesia, tidak akan signifikan. Selain faktor eksternal, Destry menyebutkan bahwa kondisi di dalam negeri terkait kebijakan-kebijakan pemerintah turut andil menggerakkan ekonomi Indonesia. Namun begitu, Destry memperkirakan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan lebih tertekan saat ada guncangan dari Eropa. "Perekonomian masih akan stabil dengan catatan di Eropa tidak ada gejolak berarti. Kalau tiba-tiba ada turbulence di Eropa, Yunani keluar dari zona Eropa, itu akan ada risiko terhadap market di Indonesia. Tidak hanya rupiah, tapi juga capital market. Karena kepemilikan asing besar. Angka pesimis rupiah bisa Rp 12.800-Rp 12.900," jelas Destry. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Eropa bergejolak, Rupiah bisa tembus Rp 12.900
JAKARTA. Kondisi ekonomi Indonesia tidak bisa terlepas dari faktor ekonomi global yang terjadi. Kabar Bank Sentral Eropa (ECB) yang akan mengguyur dana stimulus lebih dari € 1 triliun dengan skema pembelian obligasi pemerintah Uni Eropa € 50 miliar per bulan, dapat menekan perkembangan ekonomi Indonesia ke depan. Hal lain yang juga mempengaruhi kondisi ekonomi Indonesia adalah soal isu kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve. Direktur Eksekutif Mandiri Institute, Destry Damayanti mengungkapkan, kondisi-kondisi tersebut memang akan mempengaruhi arah gerak rupiah. "Proyeksi kami secara keseluruhan, rupiah akan berada di Rp 12.500 sepanjang tahun ini," ujar Destry dalam acara Mandiri Investment Forum 2015 di Jakarta, Selasa (27/1). Destry menjelaskan, patokan level rupiah tersebut sudah menghitung proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini yang diperkirakan bakal di kisaran 5,5%. Menurutnya, dampak dari kebijakan yang terjadi di Benua Biru, tidak lebih massif dibandingkan saat AS melakukan hal yang sama. Hal ini lantaran Pasar keuangan Eropa yang tidak sebesar AS. Sehingga, dampaknya terhadap Indonesia, tidak akan signifikan. Selain faktor eksternal, Destry menyebutkan bahwa kondisi di dalam negeri terkait kebijakan-kebijakan pemerintah turut andil menggerakkan ekonomi Indonesia. Namun begitu, Destry memperkirakan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan lebih tertekan saat ada guncangan dari Eropa. "Perekonomian masih akan stabil dengan catatan di Eropa tidak ada gejolak berarti. Kalau tiba-tiba ada turbulence di Eropa, Yunani keluar dari zona Eropa, itu akan ada risiko terhadap market di Indonesia. Tidak hanya rupiah, tapi juga capital market. Karena kepemilikan asing besar. Angka pesimis rupiah bisa Rp 12.800-Rp 12.900," jelas Destry. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News