Eropa Dilanda Kekeringan Terburuk Dalam 500 Tahun



KONTAN.CO.ID - BRUSSELS. Observatorium Kekeringan Eropa (EDO) pada Rabu (24/8) melaporkan, saat ini Eropa sedang dilanda kekeringan terburuknya dalam 500 tahun. Dua pertiga wilayah Eropa pun disebut sedang ada dalam keadaan waspada.

EDO, yang ada di bawah Komisi Eropa, melihat situasi ini dapat menghambat arus distribusi darat, produksi listrik, serta komoditas tanaman tertentu.

Laporan terbaru EDO mencatat, 47% Eropa ada dalam kondisi waspada atau di bawah peringatan dengan defisit kelembapan tanah yang jelas, dan 17% dalam keadaan siaga dengan vegetasi yang sudah terpengaruh.


Kekeringan parah ini telah memengaruhi banyak wilayah Eropa sejak awal tahun dan semakin meluas sejak awal Agustus.

Baca Juga: Sekjen PBB: Ancaman Nuklir Naik ke Level Tertinggi dalam Beberapa Dekade

"Wilayah Eropa-Mediterania barat kemungkinan akan mengalami kondisi yang lebih hangat dan lebih kering dari biasanya sampai November," tulis EDO, seperti dikutip Reuters.

Sebagian besar wilayah Eropa juga merasakan gelombang panas selama berminggu-minggu sejak awal Agustus. Kondisi ini telah mengakibatkan masalah kesehatan hingga kebakaran hutan.

EDO mengatakan, curah hujan pertengahan Agustus mungkin telah meringankan kondisi. Namun, dalam beberapa kasus hujan justru datang dengan badai petir yang menyebabkan kerusakan baru.

Seruan untuk melakukan lebih banyak tindakan demi mengatasi perubahan iklim pun kini semakin sering terdengar.

Baca Juga: Gelombang Panas di China, Kebakaran Hutan Landa Chonqging dan Sichuan

"Kekeringan yang terjadi saat ini sepertinya menjadi yang terburuk dalam setidaknya 500 tahun terakhir, dengan asumsi bahwa data akhir musim ini sesuai dengan perkiraan awal," ungkap Komisi Eropa dalam pernyataannya.

Kekeringan juga telah berkontribusi dalam menurunkan hasil panen jagung yang kini berada 16% di bawah rata-rata lima tahun terakhir. Kondisi yang sama juga dialami panen kedelai yang turun 15% dan biji bunga matahari turun 12%.

Kekurangan air juga secara langsung menghambat produksi pembangkit listrik tenaga air. Di saat yang sama, produsen listrik dengan sumber lain juga kesulitan mendapatkan air untuk mendinginkan mesin produksi mereka.

Ketinggian air yang rendah akhirnya menghambat proses distribusi. Di sepanjang sungai Rhine, misalnya, sejumlah perusahaan batubara dan minyak terpaksa mengurangi beban karena ketinggian air rendah bisa membahayakan kapal.