Eropa krisis, pasar perikanan Eropa Timur dijaring



Tidak bisa dipungkiri, European Seafood Exposition alias pameran bahan makanan berbasis kelautan di Brussels, Belgia, pada 23-25 April 2013, menjadi ajang perebutan para pemasok produk perikanan dunia. Mereka sedang berusaha mencari pasar baru di tengah kelesuan ekonomi dunia, terutama di Eropa sendiri.

Tak mengherankan, para pengusaha produk perikanan berusaha mati-matian melobi sejumlah calon buyers di pameran tersebut. Tak terkecuali produsen produk perikanan asal Indonesia.

Arif Havas Oegroseno Duta Besar Indonesia untuk Belgia dan Luxemburg yang hadir dalam pameran tersebut, mengharapkan, melalui keikut-sertaan di pameran tersebut, pengusaha Indonesia bisa merebut pasar produk perikanan bukan hanya di Eropa, tetapi juga ke negara-negara lain.


Sebab,  para pembeli produk perikanan berbagai negara juga datang dan memanfaatkan kesempatan tersebut untuk bertemu pemasok.Pasar Eropa sendiri, menurut Arif, sekarang ini memang sedang kurang menguntungkan. Sejak krisis ekonomi menggedor kawasan ini sekitar tiga tahun lalu,   angka pengangguran di sejumlah negara kawasan Eropa meledak.

Arif mencontohkan, tingkat pengangguran di Spanyol meningkat 50% dibandingkan dengan sebelumnya. bahkan lonjakan pengangguran di Siprus  bisa lebih tinggi lagi. Rata-rata pengangguran di negara-negara di Eropa saat ini melonjak sekitar 15%.

Evelin, pegawai Komite Sosial Pemerintah Belanda, menyatakan,  sejak krisis ekonomi melanda Eropa tiga tahun terakhir, permintaan tunjangan sosial dari lulusan perguruan tinggi meningkat. Fenomena ini nyaris terjadi di hampir seluruh negara di Eropa. Artinya, kata Evelin, banyak lulusan perguruan tinggi yang tidak lagi bisa ditampung di dunia kerja, karena yang terkena PHK saja banyak.

Namun, Evelin bersyukur, kondisi di Belanda relatif masih lebih baik bila dibanding dengan beberapa negara lain anggota Uni Eropa. Asal tahu saja, Evelin berasal dari Indonesia. Kini, ia dan suaminya, telah beralih menjadi warga negara Belanda.

Yang pasti, lonjakan jumlah pengangguran tersebut menurunkan daya masyarakat beli Eropa. Ujungnya, pasar produk perikanan asal Indonesia juga terganggu. Maklum, selama ini Eropa menjadi pasar ekspor produk perikanan Indonesia ketiga terbesar setelah Amerika Serikat dan Jepang.

Masih menurut Arif, krisis dan ledakan angka pengangguran telah  mengubah pola konsumsi di Eropa, yakni lebih banyak memburu kebutuhan pokok berharga lebih rendah. Ia mengambil contoh, sebelumnya, Italia banyak membeli ikan gurita. Namun sekarang beralih ke ikan tuna.

Tentu saja, ini adalah tantangan tersendiri bagi para eksportir  Indonesia untuk menembus pasar Eropa saat ini. "Jadi ada perubahan pasar di sini karena perilaku konsumen yang tidak punya pekerjaan," kata Arif di sela-sela pameran perikanan di Brussel.

Kelesuan ekspor tidak hanya dirasakan eksportir Indonesia. Zhang Tianshu, General Manager China National Fisheries Corp (CNFC), yang berkantor pusat di Beijing, China, juga merasakan hal serupa. Zhang menyatakan, pelemahan ekonomi Eropa turut memukul ekspor perikanan dari China, serta industri perikanan dunia pada umumnya.

Bahkan tanda-tanda kelesuan itu tampak pada peserta dan jumlah pengunjung di ajang European Seafood Exhibition. Menurut Zhang, jumlah pengunjung tahun ini tidak sebanyak tahun lalu. "Hingga hari kedua pameran,  deal bisnis ada, tapi sangat sedikit," katanya.

Kendati demikian, ia masih berharap menjalin relasi bisnis lebih luas dari ajang pameran ini dan bisa melanjutkan negosiasi setelah pameran. "Untunglah pasar di China masih besar, sehingga kelesuan pasar di Eropa terkompensasi oleh permintaan pasar dalam negeri," kata Zhang.

Toh, bukan berarti industri perikanan gulung tikar seirama "kebangkrutan" pasar Eropa Barat. Kini, mata banyak eksportir mulai berpaling  ke kawasan Eropa Timur, khususnya Rusia dan Ukraina. Sebab, ekonomi negara-negara Eropa Timur relatif baik ketimbang Eropa Barat. 

Itu sebab, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong eksportir perikanan Indonesia untuk membidik negara-negara tersebut. Saut P. Hutagalung, Direktur Jenderal Pengolahan dan Perikanan, menjelaskan, Indonesia dan Rusia sudah menandatangani Mutual Recognition Arrangement (MRA) bidang perikanan.

Intinya, kedua negara saling mengakui kesetaraan sistem jaminan mutu hasil perikanan dan saling percaya surat keterangan kualitas perikanan yang diterbitkan oleh regulator tiap negara. Jadi, misalnya, eksportir perikanan dari Indonesia sudah mendapat sertifikat kesehatan dari otoritas negara ini, dia otomatis dapat langsung memasok hasil perikanan ke Rusia.  

MRA ini boleh dibilang melancarkan arus barang serta memudahkan hasil perikanan Indonesia memasuki pasar Rusia. Bisa jadi berkat MRA Indonesia dan Rusia ini pula, di sela-sela pameran selain memperpanjang kontrak dengan Heiploeg Group dari Belanda, PT Centra Proteina Prima juga mengawali kontrak penjualan udang dengan distributor seafood Russia, Agama Trade.                (Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri