Eropa loyo membuat penjualan IPhone lesu



CALIFORNIA. Kendurnya ekonomi Eropa masih menjadi biang keladi merosotnya saham perusahaan-perusahaan besar, tidak terkecuali Apple. Tidak hanya saham, penjualan Apple pun meleset dari estimasi sebelumnya. Momok ekonomi Eropa yang loyo menyebabkan saham gadget eksotis ini turun 5% menjadi US$ 570,81 pada perdagangan Wall Street terakhir. Kondisi ini juga mengecewakan LG Display, Toshiba dan Hon Hai, sebagai supplier Apple, karena saham mereka juga terseret hingga turun 5%-7%. Soft opening IPhone 5 juga justru menyebabkan penjualan Apple merosot karena pelanggan menunda pembelian demi menunggu keluarnya IPhone 5. "Jelas ini sangat mengecewakan," ujar Channing Smith, manajer Capital Advisors Growth Fund. "Kita menduga konsumen menunda pembelian hingga IPhone 5 keluar karena ini tren yang sama seperti pra peluncuran IPhone 4S," tegasnya. Hingga penutupan kuartal kedua, Apple hanya menjual 26 juta IPhone, padahal sebelumnya analis memproyeksikan penjualan hingga 28,4 juta unit. Ini kali kedua Apple salah mengkalkulasi setelah sebelumnya di 2003 Apple bernasib sama. Namun Iphone 5 mau tidak mau secepatnya harus diluncurkan demi memenangi persaingan dengan Samsung yang berani meluncurkan beberapa desain terbarunya setiap tahun demi mempertahankan dominasi di pasar seharga US$ 219,10 miliar itu. "Tekanan memuncak karena orang lain lebih cepat dalam siklus desain," kata Michael Obuchowski manajer portofolio North Shore Asset Management LLC, sekaligus salah seorang pemilik saham Apple. Kondisi ini juga menyentil Tim Cook, CEO Apple, untuk mempercepat siklus desain karena IPhone menunjang laba perusahaan hingga setengahnya sendiri. Meski meleset US$2 miliar dari ramalan Wall Street, laporan keuangan Apple secara keseluruhan mencatat kinerja yang relatif baik. Pendapatan Apple hingga penutupan kuartal kedua mencapai US$ 43,05 miliar atau 23% lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar US$35 miliar. Net income Apple juga naik menjadi US$ 8,80 miliar, atau naik 21% dibanding tahun sebelumnya. Ini sedikit melegakan meski harga saham hanya US$ 9,32 per sahamnya atau 10% di bawah ekspektasi.


Editor: Djumyati P.