Eropa suram, harga minyak ikut muram



JAKARTA. Harga minyak mentah makin luruh. Perekonomian di Eropa yang kian tak pasti, membenamkan harga minyak hingga ke bawah US$ 80 per barel.

Kontrak pengiriman minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk Agustus 2012, Senin (26/6) pukul 20:00 WIB, senilai US$ 79,02 per barel. Harga itu memang sudah naik kembali dari titik terendahnya sejak 4 Oktober 2011, yaitu US$ 78,20 per barel, yang tercetak Kamis (21/6).

Pemicu kerontokan harga minyak adalah pesimisme terhadap pemulihan ekonomi di Eropa dalam waktu dekat. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) para pemimpin Uni Eropa (UE), akhir pekan ini, diperkirakan gagal mencapai kesepakatan untuk mengatasi krisis di benua biru itu.


Jika krisis di Eropa belum tuntas, ancaman terhadap pertumbuhan ekonomi dunia belum sirna. Ujung-ujungnya, permintaan terhadap minyak dunia, masih lesu.

Terus terkoreksi

Ariston Tjendra, Head of Research and Analysis Division Monex Investindo Futures, menuturkan, pelambatan ekonomi global akan terus menekan harga minyak sepanjang tahun ini. Longornya minyak hingga di bawah US$ 80 per barel merupakan imbas kebijakan The Federal Reserve (The Fed) yang tidak memberikan stimulus lanjutan, namun hanya melanjutkan program Operation Twist di Amerika Serikat (AS).

Kondisi ini lantas mengukuhkan posisi dollar AS sebagai aset aman. Sehingga menjatuhkan harga komoditas, termasuk minyak. "Ada potensi koreksi lanjutan hingga US$ 75 per barel, hingga awal Juli 2012," ujar dia.

Suluh Wicaksono, Head of Analyst Askap Futures, menjelaskan, negara-negara pengekspor minyak dunia yang tergabung dalam Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) juga tidak mengambil kebijakan untuk menahan kejatuhan harga minyak.

Dampak positif bagi Indonesia, adalah kemungkinan besar tidak ada kenaikan harga bahan bakar bersubsidi di tahun ini. “Laju inflasi tahun ini bisa ditekan, hingga daya beli juga terkendali,” tutur Eric Alexander Sugandhi, ekonom Standard Chartered.

Tapi di lain sisi, perusahaan yang bergerak di bisnis energi bakal kian tertekan. Felix Sindhunata, Kepala Riset Henan Putihrai Securities, menilai, sektor tambang yang paling terkena imbasnya. “Di bursa saham, emiten di sektor energi dan komoditas secara keseluruhan proyeksi kinerjanya melambat," kata Felix.

Sebaliknya, saham-saham emiten yang berorientasi domestik seperti sektor konsumer, perbankan, konstruksi, properti, dan telekomunikasi mendapat sentimen positif dengan turunnya harga minyak ini. Jika inflasi terjaga, daya beli masyarakat masih akan baik. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini