Eropa tentukan nasib industri kayu olahan kita



JAKARTA. Prospek industri kehutanan Indonesia tetap kurang menggembirakan tahun depan. Tekanan datang silih berganti. Selain krisis global, kemitraan  Indonesia dan Eropa di sektor kehutanan yang mestinya ditandatangani November kemarin juga mundur. Padahal kemitraan ini akan memperlancar ekspor produk kayu dari Indonesia.

Eksportir produk kayu Indonesia belakangan ini dibayangi kegelisahan. Pemicunya adalah molornya penandatanganan perjanjian kemitraan sukarela atau voluntary partnership agreement (VPA) sektor kehutanan antara Indonesia dan Uni Eropa.

Semestinya, penekenan dokumen VPA dilakukan pada November 2012. Namun, otoritas Uni Eropa memundurkan jadwal itu menjadi April 2013. Dan kesepakatan ini baru akan berlaku efektif pada September 2013. "Anggota kami sudah mengeluhkan banyaknya letter of credit (L/C) yang dibatalkan," kata Soewarni, Ketua Asosiasi Pengusaha Kayu Gergajian dan Kayu Olahan (ISWA).


Per akhir November 2012, secara total, nilai ekspor produk kayu olahan atau woodworking mencapai US$ 968 juta, naik 1,61% dibandingkan posisi per Oktober 2012 yang senilai US$ 952,7 juta. Adapun volume ekspor kayu olahan per akhir November tahun ini mencapai 1,574 juta m3.

Meski realisasi ekspor per akhir November ini meningkat, kinerja ekspor sampai akhir tahun ini diprediksi lebih rendah dari tahun lalu. Selama 2011, volume ekspor produk kayu olahan mencapai 2,13 juta m3. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1,394 juta m3 memanfaatkan kayu dari hasil hutan tanaman dan hutan rakyat.

Sedangkan nilai ekspor produk kayu olahan pada 2011 mencapai US$ 1,34 miliar. Bukan hanya kayu olahan, kinerja ekspor produk kehutanan lainnya seperti kertas/karton juga cenderung menyusut dalam satu tahun terakhir.

Posisi Eropa sangat penting bagi kelangsungan industri kayu olahan Indonesia. Sebab, kontribusi Eropa cukup signifikan bagi ekspor kayu olahan Indonesia. Dari sisi volume, ekspor kayu olahan ke Eropa memang hanya 169.000 m3 atau 11% dari total volume ekspor Indonesia. Tapi, nilai ekspor kayu olahan ke Benua Biru mencapai US$ 210 juta setara 22% nilai total ekspor kayu olahan Indonesia.

Harga jual kayu di Eropa memang lebih tinggi dibandingkan dengan negara tujuan ekspor lainnya. Dari 513 perusahaan yang tergabung dalam Badan Revitalisasi Industri Kayu (BRIK), sebanyak 215 perusahaan mengekspor produknya ke Eropa. (Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sandy Baskoro