KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana penerapan sistem electronic road pricing (ERP) atau jalan berbayar di 25 ruas jalan DKI Jakarta bisa jadi salah satu langkah mengurai kemacetan yang semakin parah. Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Forum Transportasi Perkotaan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Budi Yulianto. Akan tetapi, Budi menilai, penerapan ERP dibutuhkan kajian yang sangat panjang dan matang karena kebijakan ini akan memiliki dampak sosial yang cukup luas. Dia mencontohkan, beberapa negara yang telah lebih dulu menerapkan ERP juga tidak seluruhnya berhasil. Misalnya di Inggris. Selain kota London, Inggris juga sempat menerapkan ERP untuk kota-kota lainnya seperti Cardiff, Birmingham, dan Liverpool.
"Namun di tiga kota itu tidak berhasil lantaran masyarakat menolak keberadaan ERP yang diyakini program tersebut tidak akan berhasil mengurai kemacetan," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (14/2/2023). Penerapan ERP menurutnya memang tidak selalu mulus. Apalagi ide ini juga sulit mendapatkan dukungan publik di berbagai kota-kota belahan dunia, seperti Hong Kong, Edinburgh, ataupun kota-kota besar lainnya di Amerika Serikat. Bahkan kata Budi, di Hong Kong yang merupakan kota pertama yang memperkenalkan ide ERP justru gagal mengimplementasikannya karena kurangnya dukungan masyarakat terhadap ide ini.
Baca Juga: Pemprov DKI Diminta Matangkan Rencana Penerapan Jalan Berbayar (ERP), Ini Alasannya Lain ceritanya dengan New York. Budi mengatakan, walaupun sudah mendapatkan persetujuan oleh badan legislatif pada 2019, namun pembahasan teknis yang begitu rumit membuat pelaksanaan ERP belum juga terlaksana hingga tahun ini.
ERP di Jakarta diprediksi gagal
Rencana penerapan ERP oleh Pemprov DKI Jakarta diprediksi juga akan mengalami hal serupa. Rencana itu diprediksi akan mendapat banyak penolakan dari pengguna kendaraan pribadi karena masyarakat dipaksa membayar dan tidak ada pilihan lain ketika hendak melalui ruas jalan tersebut. Hal itu dikarenakan fasilitas transportasi yang aman dan nyaman secara ekonomi sebagai kompensasinya belum tersedia. Ketika masyarakat memilih menggunakan kendaraan umum berupa taksi online dan ojek online namun tetap terkena biaya ERP, hal itu dinilai akan memberatkan konsumen. Menurutnya, ERP bukan satu-satunya sistem transportasi yang bertujuan untuk mengurai kemacetan. Seharusnya, kata dia, penanganan masalah transportasi mengacu pada sustainable transportation yaitu transportasi merupakan tujuan utama sebagai penggerak ekonomi wilayah perkotaan dan perkembangan sosial. Transportasi harus mengandung unsur ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Baca Juga: Pemprov DKI: Penerapan ERP Masih Lama "Jadi Pemprov DKI Jakarta harus benar-benar membuktikan kepada masyarakat bahwa program ini akan berhasil dan bisa menciptakan integrasi transportasi strategis yang dapat mengatasi kemacetan dan kesulitan-kesulitan teknikalnya. Nah, ini harus dipahami Pemprov DKI Jakarta karena program ini banyak melibatkan kebijakan," ucap Budi. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tengah menggodok sistem jalan berbayar elektronik atau ERP di 25 ruas jalan DKI Jakarta.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syarif Liputo mengusulkan, sistem ERP juga akan diberlakukan untuk sepeda motor. Hal itu sebagaimana dicantumkan dalam Rencana Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengendalian Lalu Lintas secara Elektronik (PL2SE). Dalam usulannya, jalan berbayar untuk sepeda motor akan dikenai tarif Rp 5.000- Rp 19.000.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "
Banyak Kota di Dunia Gagal Terapkan ERP, Bagaimana dengan Jakarta?" Penulis : Ade Miranti Karunia Editor : Yoga Sukmana Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie