Nurisana Tungga Dewi sudah tak asing dengan bisnis kue. Dulu, ibunya juga seorang pengusaha kue dan pernah memiliki toko kue di Muara Enim, Sumatra Selatan. Ery, begitu ia biasa disapa, juga banyak belajar membuat kue dari ibunya. "Waktu SMP, saya sudah bisa bikin kue dan memanggang lapis legit," katanya. Hobi dan minatnya dalam membuat kue terus ditekuni hingga duduk di bangku kuliah. Saat masih mahasiswa, Ery bahkan pernah menjajakan beberapa kue hasil buatannya di kampus.
Makanya, begitu lulus kuliah, ia langsung memutuskan untuk terjun ke bisnis kue mengikuti jejak ibunya. Namun, Ery tak pernah menyangka bisnis kuenya bisa berkembang pesat seperti sekarang. Saat awal merintis usaha, ia tak pernah mimpi bisnisnya bakal meraup omzet ratusan juta per bulan. Apalagi, ia merintis usaha dengan modal pas-pasan. Ketika merintis bisnis kue pada tahun 1993, ia hanya bermodal awal duit Rp 100.000. Ery memakai uang sebesar itu buat membeli sebuah oven kecil yang dipakai sebagai peralatan membuat kue. Setiap hari, ia menitipkan kue buatannya kepada tukang sayur yang keliling di komplek perumahannya. "Dengan harga jual Rp 150 per piece, kue buatan saya laku terus," ujarnya mengenang. Selain di komplek perumahan, Ery juga memasarkan kue ke beberapa sekolah, mulai taman kanak-kanak (TK) hingga sekolah menengah atas (SMA). Ery juga rajin mengikuti pameran atau bazar kue di Palembang. Dari situlah, kue buatannya semakin dikenal. Alhasil, orderan kian banyak dan untung juga kian besar. Bisnisnya itu terus berkembang sampai ia kemudian mendirikan toko kue yang diberi nama "Ery Cake". Kendati sudah sukses, Ery tak selamanya mulus menekuni bisnis kuenya. Pernah beberapa kali, ia menemui kendala yang menghambat perkembangan usaha. Salah satunya menyangkut soal tenaga kerja. Seringkali, karyawannya yang sudah terampil membuat kue mengundurkan diri dan memulai bisnis kue sendiri. "Akhirnya, saya yang kerepotan mendidik orang baru lagi," katanya. Selain soal tenaga kerja, Ery juga kerap pusing lantaran wilayahnya sering terkena pemadaman listrik oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Terkadang, dalam sehari bisa beberapa kali listrik padam. Kondisi itu sangat merepotkan lantaran bisnis ini sangat tergantung pada pasokan listrik. Sangat merepotkan ketika pesanan kue sedang banyak.
Masalah lain adalah harga bahan baku kue yang terus naik. Meski kondisi begitu, Ery tidak pernah sekali pun mencoba untuk menurunkan kualitas produk dengan membeli bahan baku yang lebih murah. Salah satu pertimbangannya, persaingan toko kue sekarang semakin ketat. Menurut Ery, lebih baik mengecilkan ukuran kue atau roti ketimbang mengganti bahan baku yang bisa mengurangi kualitas. Berkat menjaga kualitas produk ini, sampai sekarang, pelanggannya tetap setia mengunjungi toko. (Bersambung) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Havid Vebri