ESDM Beberkan Alasan HET Elpiji 3 Kg di Tiap Daerah Berbeda



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga Eceran Tertinggi (HET) dari elpiji 3 kilogram (kg) atau LPG subsidi ternyata berbeda di tiap daerah. Hal ini lantaran pemerintah daerah memiliki wewenang untuk mengatur HET LPG mempertimbangkan kondisi daerah.

“Ya pasti kan semua berdasarkan aturan ya yang kemudian masing-masing daerah juga beda-beda kondisinya,” jelas Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rida Mulyana saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (4/11).

Dengan kondisi yang berbeda, Rida menyatakan, maka ada sedikit kewenangan bagi daerah untuk kemudian mengatur bagaimana logistik gas elpiji 3 kg ini diakomodir.


“Karena ga bisa juga kan ini dipukul rata ke semuanya. Beda dengan BBM satu harga yang semuanya diatasi (tackle) oleh Pertamina,” tandasnya.

Sebagai informasi saja, kebijakan Pemerintah Daerah yang dapat mengatur HET tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 26 tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian LPG.

Baca Juga: Pemerintah Bakal Tarik Elpiji 3 Kilogram dan Tebar Kompor Listrik

Pada Pasal 24 berbunyi, harga jual eceran LPG Tertentu ditetapkan oleh Menteri berdasarkan hasil kesepakatan instansi terkait yang dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dengan memperhatikan kondisi daerah, daya beli masyarakat, dan marjin yang wajar serta sarana dan fasilitas penyediaan dan pendistribusian LPG, Pemerintah Daerah Provinsi bersama dengan Pemerintah Daerah menetapkan HET LPG Tertentu untuk Pengguna LPG Tertentu pada titik serah di sub penyalur LPG Tertentu.

Melansir laman resmi Pemerintahan Palangkaraya, pada Oktober 2022 yang lalu harga gas elpiji bersubsidi 3 kg di Kota Palangkaraya tembus hingga Rp 60.000 per tabung. Masalah ini mendapat sorotan dari Wali Kota Palangkaraya Fairid Naparin.

Pada bulan lalu harga gas elpiji 3 kilogram yang terjadi di Palangkaraya melonjak hingga berkali-kali lipat dibandingkan sebelumnya.

“Itu harga di luar logika. Kalau harganya Rp 22.000 hingga Rp 25.000 masih normal. Tapi sekarang ada kenaikan Rp 40.000 yang artinya naik dua kali lipat, tentu kita sesalkan,” tukas Fairid dalam keterangan resmi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari