ESDM: Bengkulu terancam krisis listrik di 2018



BENGKULU. Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bengkulu Hermansyah Burhan mengatakan, jika tidak ada penambahan daya maka Bengkulu akan krisis listrik pada 2018.

"Penambahan daya melalui pembangunan transmisi dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Musi menuju gardu induk di Kota Bengkulu sangat penting untuk menghindari krisis listrik pada 2018," kata Hermansyah di Bengkulu, Jumat (2/9).

Ia mengatakan hal itu saat berdialog dengan perwakilan warga Kelurahan Teluk Sepang, Kota Bengkulu terkait rencana pembangunan PLTU batubara. Rencana pembangunan pembangkit berkapasitas 2 x 100 Megawatt (MW) itu mendapat penolakan dari warga sebab jarak permukiman dengan rencana lokasi pembangunan PLTU hanya satu kilometer.


Warga mengkhawatirkan debu dan asap bakaran batubara akan mencemari udara yang dihirup lebih 3.000 jiwa penduduk di kelurahan tersebut.

Menurut Hermansyah, pembangunan pembangkit baru akan menambah daya listrik daerah itu, di mana PLTU batubara Teluk Sepang direncanakan berproduksi pada 2020. "Tapi tidak ada pemaksaan pembangunan, karena itu perlu sosialisasi lebih mendalam dari pihak perusahaan," ujarnya.

Terkait pembangunan jaringan listrik dari PLTU Musi menuju gardu induk di Kota Bengkulu, pemerintah daerah tengah mengupayakan pembebasan lahan masyarakat untuk membangun tapak atau "tower".

Sebelumnya, Direktur PT PLN Regional Sumatera, Amir Rosyidin mengatakan interkoneksi listrik untuk wilayah Sumatera Bagian Selatan, termasuk Bengkulu terkendala pembebasan lahan untuk pembangunan tapak transmisi.

Untuk mengalirkan daya dari PLTA Musi di Kabupaten Kepahiang menuju Kota Bengkulu membutuhkan 38 tapak transmisi dan saat ini baru tiga lahan tapak yang dibebaskan. Jaringan transmisi 150 Kv dari wilayah Desa Pekalongan, Kabupaten Kepahiang menuju Kota Bengkulu melintasi wilayah Kabupaten Bengkulu Tengah.

Kendalanya kata Amir, persoalan harga tanah yang diminta warga pemilik lahan yang tidak sesuai dengan ketentuan harga yang ditetapkan pihak PLN. Masyarakat meminta harga Rp 700.000 per meter, sedangkan harga yang ditetapkan PLN berdasarkan nilai jual tanah hanya Rp 120.000 per meter.

"Kami tidak bisa bergerak sendiri untuk pembebasan lahan ini, jadi kami minta dukungan pemerintah daerah," kata dia. (Helti Marini Sipayung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini